Selasa, September 15, 2020

Mengheningkan Cipta “September Hitam” Mulai

Mengheningkan Cipta “September Hitam” Mulai

Penulis : IMMawan Firdaus Nurillahi Rauufan Rizkia
(Ketua Bidang Hikmah PK IMM Al-Ghozali Periode 19/20)

    Beberapa peristiwa di bulan september ini membuat rentetan sejarah kelam di tanah air ini. Mulai dari rentetan kasus Hak Asasi Manusia yang tak kunjung usai dimulai tragedi pembantaian 1965-1966, Tanjung priuk 1984, tragedi Semanggi 1999, Pembunuhan Munir 2004, serta tindakan represif kepada masa aksi #reformasidikorupsi yang mengakibatkan salah satu kader IMM meinggal yaitu IMMawan Randi. Beberapa kasus pelanggaran HAM banyak sekali yang belum mendapatkan sebuah arti sebuah makna keadilan bagi rakyat indonesia yang terdapat di pancasila, belum dirasakan sendiri bagi keluarga korban yang kehilangan salah satu anggota keluarganya khususnya korban sendiri yang meninggal maupun jasadnya entah hilang kemana.

    Pertama, tragedi pembataian '65 - '66 negara belum juga mampu memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan keadilan terhadap para korban. Kedua, tragedi Tanjung Priok '84 negara tidak memiliki aeah kebijakan yang berpihak kepada koran untuk memberikan rasa keadilan dalam bentuk kompensasi, restitusi, dan rehabilitas. Ketiga, Tragedi Semanggi II '99, Kejaksaan Agung hingga kini masih belum melanjutkan proses hukum atas hasil penyelidikan Komnas HAM berat.Alih-alih mengalami kejelasan perkembangan kasus, Februari lalu Jaksan Agung justru sempat mengemukakan bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Keempat, kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, tidak juga menyentuh aktor utama peristiwa ini. Justru negara menunjukan hal yang kontradiktif dengan tidak menyampaikan kepada publik hasil temuan Tim Pencari Fakta. Kelima, brutalitas aparat kepolisian dalam aksi reformasi dikorupsi 2019 yang menjadi catatan kelam penanganan aksi pasca reformasi. Atas keberhentiaan pada proses hukum, ketiadaan mekanisme yang adil, transparan, dan akuntabel serta keberpihakan kepada korban dan keluarga korban atas rangkaian peristiwa yang terjadi pada bulan september menggambarkan negara berdosa. Ditambah lagi dan lagi tulinya sang penguasa yang duduk di kursi empuk dan ruangan dingin ber-AC menikmati hasil bayaran iuran pajak uang rakyat. Yang dimana masa pandemi sedang menghampiri namun masih mengerjakan RUU Omnibus Law atau Cipta kerja dengan sistem kebut yang dikejar deadline layaknya laporan masa perkuliahan tanpa menimbang dan mendengarkan suara penolakan dari beberapa elemen masyarakat. Padahal ketika bulan juli terjadi aksi dengan skala nasional dan ketika diadakannya dialog antara perwakilan badan legislatif DPR RI dengan masa aksi di Jakarta, mengatakan tidak akan membahas RUU dan akan fokus kepada penanganan corona namun naas seperti kata penyair di indonesia kalau gak janji gak akan menang, perwakilan rakyat mengibuli rakyat sendiri dengan cepatnya beberapa waktu silam sudah mencapai 75% dan masa tenggang reses sampai 14 oktober 2020 selambat lambatnya. Sangat miris ketika banyak nyawa yang sudah melayang berjuang untuk menyelamatkan beberapa manusia dari bahaya nya covid-19 namun yang dipercaya sebagai wakil rakyat malah mblenjani janji atau ingkar janji kalau kata didi kempot.

    Sekarang pertanyaan yang terlintas seharusnya dibenak kita para kader IMM sendiri, Langkah apa yang akan dibangun oleh IMM selanjutnya ketika beberapa kali absen dalam masa aksi? Apakah hanya mengandalkan kader IMM yang mengeksplor sendiri dan mengakui sisi apabila kader itu mampu memberikan dampak kepada IMM itu sendiri? Atau malah menebarkan fitnah dengan mengikuti organ lain di saat apa yang dimiliki tidak di berikan kepada IMM karena terlanjur merasa dibuang oleh ikatannya sendiri? Perlu di renungkan pada sampai tahapan mana serta tujuan kita ikut untuk ber-IMM sebagai kader IMM sendiri, bila yang selalu digaungkan adalah dakwah itu menyenangkan saya rasa perlu meminimalkan sebuah rasa egosentris yang tertanam dalam diri kita masing masing dan perlunya dukungan penuh atas kader yang mencari ilmu dimanapun berada yang akan membuat kembali marwah IMM sendiri sebagai organ pergerakan. Dan perlu dirasa sebuah pemikiran yang terbuka dan meminimalkan sebuah spekulasi dunia luar penuh dengan proyekan agar mematahkan sebuah asumsi banyak orang “IMM hanya mampu dikandang saja, ketika diluar hola holo atau melempem” dengan berdiskusi dalam sebuah forum atau front dengan idealisme kita masing masing yang akan diberikan kepada ikatan entah hari ini, esok, lusa atau kapanpun itu.

Referensi :
https://kontras.org/2020/09/01/september-hitam-2020-pelanggaran-ham-belum-tuntas-negara-berdosa/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=september-hitam-2020-pelanggaran-ham-belum-tuntas-negara-berdosa

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...