Jumat, Mei 19, 2023

"Perempuan Menggenggam Kekuatan: Menguak Keharusan Critical Thinking"

 

Oleh: Asyifa Azdkiah Haqiqi

 

Richard Paul dan Linda Elder: Menurut Paul dan Elder, Critical Thinking melibatkan pemikiran yang reflektif dan aktif untuk mengenali, menganalisis, dan mengevaluasi argumen serta konsep. Mereka menganggap bahwa pemikiran kritis melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, mengidentifikasi bias, memeriksa bukti, dan membuat kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat. Berpikir kritis merupakan keterampilan penting bagi semua orang, termasuk wanita. Keterampilan ini melibatkan pemikiran objektif, analitis, dan reflektif untuk memahami masalah, menantang asumsi, dan mengevaluasi informasi secara kritis sebelum membuat keputusan atau mengambil tindakan. Dalam konteks perempuan, berpikir kritis bisa berdampak signifikan pada kehidupan mereka.

Dengan perubahan sosial dan kemajuan kesetaraan gender, perempuan semakin diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Mereka tidak lagi terbatas pada tugas klasiknya sebagai perawat atau ibu rumah tangga, tetapi juga berkecimpung di bidang pendidikan, bisnis, politik, dan sains. Pemikiran kritis membantu wanita menghadapi tantangan kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Aspek penting dalam mengembangkan pemikiran kritis adalah kemampuan untuk menantang norma-norma sosial yang mungkin membatasi perempuan. Dengan bantuan pemikiran kritis, perempuan dapat mengenali dan mengevaluasi stereotip gender yang berlaku di masyarakat dan mempertanyakan asumsi di balik peran gender yang diberikan. Dengan cara ini, perempuan dapat mengambil keputusan berdasarkan pemikiran rasional dan tidak terpengaruh oleh norma-norma yang membatasi.

Pemikiran kritis juga membantu wanita menghadapi tekanan dan harapan sosial yang sering mereka hadapi. Dengan menantang ekspektasi ini, wanita dapat mengembangkan pola pikir mandiri dan memilih gaya hidup yang mencerminkan keinginan dan nilai pribadi mereka. Mereka tidak hanya mengikuti arus tanpa pemikiran kritis, tetapi dengan hati-hati mempertimbangkan konsekuensi dan implikasi dari keputusan mereka.

Wanita dengan keterampilan berpikir kritis yang kuat juga memiliki peluang lebih baik untuk berhasil dalam berbagai bidang kehidupan. Dia tahu bagaimana mengenali peluang, mengatasi rintangan, dan mengambil risiko sedang. Pemikiran kritis memungkinkan wanita untuk memecahkan masalah dengan cara yang inovatif dan efektif dan mempertimbangkan perspektif yang berbeda sebelum membuat keputusan penting. Namun, perlu diingat bahwa berpikir kritis bukanlah keterampilan yang dimiliki setiap orang secara alami. Ini adalah keterampilan yang harus dikembangkan melalui latihan dan pengalaman. Maka penting bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang mendorong dan memfasilitasi perkembangan pemikiran kritis mereka. Secara keseluruhan, pemikiran kritis memberi wanita alat yang ampuh untuk mengatasi tantangan, memenuhi harapan sosial, dan mencapai tujuan mereka. Dengan mengembangkan keterampilan ini, wanita dapat mengendalikan hidup mereka sendiri.

    Pada era yang semakin maju ini, perempuan telah mengambil langkah maju dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka telah menantang norma-norma sosial yang membatasi peran dan kontribusi mereka, membuktikan bahwa mereka mampu mencapai prestasi luar biasa di berbagai bidang. Di balik kemajuan ini terdapat satu faktor kunci yang menjadi pondasi kesuksesan mereka: critical thinking atau pemikiran kritis.

Critical thinking merupakan keterampilan mental yang memberdayakan perempuan untuk berpikir secara analitis, evaluatif, dan reflektif. Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mempertanyakan asumsi yang mendasari informasi, dan mengevaluasi bukti secara obyektif. Dengan mempraktikkan critical thinking, perempuan mampu mencapai pemahaman yang mendalam dan mengambil keputusan yang baik.

    Salah satu aspek penting dalam keharusan critical thinking bagi perempuan adalah dalam menghadapi stereotipe gender yang masih ada di masyarakat. Selama bertahun-tahun, perempuan sering kali dikaitkan dengan peran yang terbatas, seperti pengasuh atau pendukung. Namun, dengan kemampuan critical thinking, perempuan dapat melihat melampaui batasan ini dan menantang norma yang membatasi. Mereka dapat mempertanyakan dan mengurai asumsi yang mengikat, sehingga menciptakan ruang untuk berperan secara lebih luas dan berdampak.

    Melalui critical thinking, perempuan juga mampu mengatasi hambatan dan tantangan yang seringkali dihadapi dalam kehidupan pribadi dan profesional. Dalam dunia kerja, mereka mungkin menghadapi stereotipe dan prasangka yang meragukan kemampuan dan kompetensi mereka. Namun, dengan kemampuan berpikir kritis, perempuan dapat menunjukkan pemahaman yang mendalam dan kualitas kepemimpinan yang tangguh. Mereka dapat menghadapi pertanyaan sulit, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang tepat, memperoleh penghargaan dan pengakuan yang pantas. Tidak hanya itu, critical thinking juga memberikan perempuan kepercayaan diri untuk mengejar tujuan dan impian mereka dengan penuh keyakinan. Dengan melibatkan pikiran kritis, mereka mampu merencanakan langkah-langkah strategis, melihat potensi risiko, dan menghadapi tantangan dengan kepala tegak. Perempuan dengan keterampilan critical thinking mampu menghadirkan ide-ide inovatif, solusi yang efektif, dan pengaruh yang positif dalam berbagai bidang kehidupan.

    Namun, untuk menggenggam kekuatan critical thinking ini, perempuan juga perlu didukung dan diberdayakan. Masyarakat harus memberikan pendidikan yang memfasilitasi perkembangan kemampuan berpikir kritis sejak usia dini. Pelatihan dan kesempatan untuk berlatih dalam situasi dunia nyata juga penting.

Banyak beragam Teori Critical Thinking yang adaa dan melibatkan berbagai pendekatan dan konsep yang digunakan untuk memahami dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Berikut adalah beberapa teori yang relevan dalam konteks Critical Thinking:

- Model Paul-Elder: Dikembangkan oleh Richard Paul dan Linda Elder, model ini mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam berpikir kritis, termasuk asumsi, konsekuensi, bukti, dan pemikiran konseptual. Model ini menekankan pentingnya mempertanyakan dan menguji asumsi, memeriksa kualitas bukti, dan berpikir secara sistematik untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.

Model Bloom: Dikembangkan oleh Benjamin Bloom, model ini mengusulkan enam tingkat pemikiran kritis, mulai dari pengetahuan dasar hingga pemikiran evaluatif yang kompleks. Model ini menyoroti pentingnya berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

- Model Toulmin: Dikembangkan oleh Stephen Toulmin, model ini fokus pada argumen dan logika. Model ini menekankan pentingnya mengidentifikasi dan mengevaluasi klaim, bukti, dan alasannya dalam membangun argumen yang kuat dan rasional.

- Teori Perkembangan Kognitif Piaget: Dikembangkan oleh Jean Piaget, teori ini berfokus pada perkembangan kognitif individu dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Teori ini menekankan peran pemikiran kritis dalam mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, penalaran logis, dan mempertanyakan informasi yang diterima.


 Referensi:

Astleitner, H., & Wiesner, C. (2004). Critical Thinking in Education: A Review. Educational Research Review, 2(2), 130-156.

Brookfield, S. D. (2012). Teaching for Critical Thinking: Tools and Techniques to Help Students Question their Assumptions. Jossey-Bass.

Ennis, R. H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Inquiry: Critical Thinking Across the Disciplines, 26(2), 1-18.

Paul, R., & Elder, L. (2013). Critical Thinking: The Nature of Critical and Creative Thought. Journal of Developmental Education, 37(2), 2-10.

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...