Senin, Februari 22, 2021

Cerita Diatas Kasur



 “.......”

Masih tidur

“.......”

Ini juga masih tidur

Bangun tidur rasanya malas sekali, mengusap kotoran dimata tapi masih belum bisa melek. Masih setengah sadar ku ganti posisi tidur, kasurnya hangat tapi udara pagi dingin. Bau di pagi hari memang segar namun apa bedanya dengan bau badan. Kaki kanan ku gatal ku garuk perlahan, “Hmmmmm...” lalu terlintas dalam pikiran ku “guling ku dimana ?” sambil berpetualang mengelilingi kasur. “ahhh tambah dingin” aku pun lupa selimut ku ntah dimana. Masih setengah sadar ku coba untuk membuka mata, namun apa daya tenaga masih belum ada. Lalu, “kringg kringg kringg...” sebut saja alarm hp. Berisik pagi pagi sudah bikin suara, lalu lu tantang bunyi itu dia yang diam atau aku yang tidur. Sayang seribu rupiah bunyi terlalu kuat, aku menyerah. Dengan berat tangan ku cari HP ku, “dasar hp sialan” benakku. Ternyata aku bangun sebelum dibangunkan hp ku, tidak mau rugi aku tidur lagi “....”. 

“Kringg Kringg Kringg” bangun pagi ku yang kedua, berat mata ini berat. “Kringg Kringg Kringg” kusadari perang dengan bunyi itu belum usai, cukup satu kali kekalahan. Namun, apa daya seorang yang baru tidur melawan bunyi yang sangat kuat itu. Kuputusakan untuk menyerah ke sekian kalinya. Pagi itu belum usai, setelah ku kibarkan bendera putih aku masih berdamai dengan kasur, selimut, guling, dan bantal. Mereka benar benar selalu bersama ku setiap pagi. Bantal ku terasa hangat di kepala sehingga nyaman untuk bersandar. Gulingku ukurannya pas cocok untuk dipeluk. Selimutku sangat berjasa melindungiku dari dinginnya udara pagi. Lalu kasurku cukup luas untuk ku berpetualang dialam mimpi. Namun, disamping kekalahan yang berturut turut itu ada suatu kewajiban yang harus dinuaikan. Memang bersama mereka sangat nyaman tapi ada yang lebih melegakan dari pada kenyamanan itu dan kita semua tau.

Dipagi yang sama, ini adalah babak ke 3 dari sebuah pagi. Godaan untuk bersama mereka sangat kuat, “tidak, jangan sampai kalah lagi” pesan ku untuk diriku sendiri. Namun, lagi dan lagi kenyamanan itu mematikan. Serangan itu datang tiba tiba, belum sempat aku merespon serangan itu tapi sudah menancap dan tak sadarkan diri. Setelah ku sadar, sama seperti sebelumnya mereka masih setia disisiku. Kekalahan ke tiga ini meninggalkan rasa penyesalan yang besar bagi ku. Rasanya seperti aku tak berdaya dihadapan hal hal itu. Setelah kekalahan ketiga ini kucoba untuk bangkit, tapi selimut ini terlalu kuat mengikat bahkan badan ku dibuat lemas olehnya. Dengan sekuat tenagaaku lepas ikatan selimut ini, butuh banyak perlawanan untuk melepas selimut ini. Akhirnya setelah perjuangan dengan sekuat tenaga selimut ini terlepas. Namun, ini belum berakhir gravitasi kasur semakin menguat seiring berjalannya waktu. Hal ini bukan lah kabar baik bagi ku, ntah bagaimana aku harus bangkit dari kekalahan sebelum sebelumnya. Lalu sebuah penggilan menghilangkan semua efek tersebut, panggilan ini meninggalkan rasa sebal namun juga sebuah penyelemat bagi ku untuk bangkit dari kekalahan sebelumnya. Mungkin ini lah yang aku butuhkan setiap pagi, sehingga aku dapat menang dari peperangan ini.


WANDERLUST



 Hi! Namaku Dian Nisa Arifah Rahma. Saat ini merupakan tahun 2021, itu artinya aku akan berumur 20 tahun.

Huft, sudah lebih dari satu tahun lamanya virus Covid-19 seakan menjadi penguasa baru bagi bumi. Segala rutinitas harian manusia yang bisanya tersusun rapi berubah seratus delapan puluh derajat menjadi penuh ketidakpastian. Sekolah, pekerjaan, maupun kegiatan sosial yang lain berfokus pada media daring karena berbagai macam alasan. Mungkin saat ini bumi sedang istirahat, atau lumpuh lebih tepatnya? Semua tempat yang biasanya penuh sesak oleh derap langkah alas kaki, kini menjadi sunyi. Tak ayal alampun menjadi lebih indah, hewan-hewan lebih leluasa dalam bertingkah. Seharusnya begitu bukan? Tetapi manusia memiliki cara baru dalam melakukan pengerusakan terhadap alam semesta. Di tengah masa pandemi, sampah dari masker bekas perlindungan diri manusia memenuhi lautan lepas. Bukankah ini lucu? Manusia dapat tetap mengacau meski tak beranjak dari rumahnya. Ah sudahlah, lagipula tak ada yang peduli. 

Pernah menonton film western Elysium, atau mungkin film kartun WALL-E? Kedua film tersebut menceritakan tentang perginya manusia dari bumi yang saat itu telah hancur, serta lebih memilih untuk hidup di luar angkasa. Keadaan di kedua film tersebut tidaklah mustahil apabila dilihat dari tingkah laku manusia saat ini. Sebenarnya tak hanya kedua film tersebut, masih sangat banyak film yang bertemakan hal serupa. Mengapa demikian? Karena sebenarnya tak sedikit orang yang menyadari kemungkinan hancurnya bumi di masa depan, jika manusia masih tidak mengubah sikapnya. Bagaimana tidak? Manusia lebih memilih untuk berlomba-lomba mengeluarkan uangnya dalam membangun kehidupan di luar angkasa daripada memperbaiki keadaan di bumi. Tak hanya itu, manusia juga mengeluarkan banyak dana untuk membuat teknologi penghasil oksigen daripada menanam pohon sungguhan. Seharusnya kita dapat menggunakan uang sebanyak itu untuk memperbaiki keadaan bumi ini bukan? Kenapa repot-repot mencari cara lain saat sebenarnya sudah menemukan jawabannya di depan mata?

Umm  yah, begitulah keseharian yang aku lalui selama masa pandemi Covid-19 ini. Semua aktivitas yang sebagian besar dilakukan di rumah terkadang membuatku jenuh dan juga muak hingga memikirkan hal-hal yang menurut sebagian orang “tidak perlu dipikirkan”. Toh aku juga tidak memiliki pengaruh yang besar di negara ini. Jika kau membaca tulisan ini dari awal, itu berarti kau telah membaca sedikit dari hal-hal “tak berguna” yang aku pikirkan selama menjalani masa pandemi ini. Terkurung di rumah menjadikan pikiranku menjadi sedikit lebih liar. Pandemi tak membatasi pikiran bukan? Raga yang terkurung tak akan memenjarakan pikiranmu. Setidaknya seperti itulah yang ku rasakan.

Pernahkah kau mendengar istilah wanderlust? Secara gampangnya wanderlust merupakan kebalikan dari istilah homesick. Homesick sendiri merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa menderita akibat terpisah dari lingkungan rumah, orang tua, atau hal-hal yang biasanya ada di sekitarnya. Sementara itu, wanderlust atau terkadang disebut sebagai travel bug ialah sutu dorongan yang kuat untuk terus melakukan perjalanan dengan mengeksplor tempat-tempat tertentu atau dapat dikatakan sebagai jalan-jalan. Umm, kurasa saat ini aku sedang mengalami wanderlust. Meskipun biasanya aku sangat enggan untuk beranjak dari rumah, tetapi sekarang ini kebalikannya. Berada di rumah dalam rentan waktu yang tak sebentar ini lama kelamaan membuatku kesal. Yahh, walaupun beberapa kali aku tetap beranjak dari rumah untuk melakukan suatu hal termasuk jalan-jalan, hal itu tidaklah cukup. Wanderlus akan kembali ku rasakan ketika aku telah kembali pulang ke rumah.

Hi! Namaku Dian Nisa Arifah Rahma. Saat ini merupakan tahun 2021, itu artinya aku akan berumur 20 tahun. Dan ku rasa aku mengalami wanderlust.


  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...