Kamis, September 07, 2023

Mari Bersama Kita Mengupas

Bedah Buku MOMUKOW

Oleh Asyifa Azdkiah Haqiqi (Ketua Bidang IMMawati)


    Buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" karya Nawal El Saadawi adalah salah satu karya yang sangat berpengaruh dalam literatur feminis dan pembelaan hak-hak perempuan. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1975 dan segera menjadi karya penting dalam perdebatan seputar peran perempuan dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh norma-norma patriarki. Sejarah buku ini sangat terkait dengan latar belakang dan pengalaman Nawal El Saadawi sendiri. Nawal El Saadawi lahir pada tahun 1931 di desa Kafr Tahla di Mesir. Ia adalah seorang dokter dan seorang penulis yang memiliki pengalaman unik dalam melihat dampak budaya patriarki pada perempuan dari berbagai lapisan masyarakat. Saadawi, selama bertahun-tahun bekerja sebagai dokter di berbagai tempat di Mesir, menyaksikan dampak negatif praktik sunat perempuan dan ketidaksetaraan gender dalam masyarakatnya.

    Pengalaman ini menginspirasi Saadawi untuk mengeksplorasi lebih dalam dan mengekspos masalah-masalah yang dihadapi perempuan di dunia Arab dan lebih luas lagi dalam budaya patriarki. Dia juga berusaha untuk mengekspos bagaimana agama, budaya, dan sistem sosial masyarakat Mesir berkontribusi pada ketidaksetaraan gender. Ketika buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" diterbitkan pada tahun 1975, konteksnya sangat penting. Ini adalah periode ketika gerakan feminis mulai berkembang di seluruh dunia, termasuk di dunia Arab. Buku ini menjadi salah satu karya yang ikut memicu dan mendukung gerakan feminis di wilayah tersebut. Saadawi dengan tegas menghadapkan budaya patriarki yang masih dominan di masyarakatnya dan memberikan suara kepada perempuan yang telah lama terpinggirkan.

    Buku ini juga mendapatkan perhatian internasional dan mendukung perdebatan global tentang hak-hak perempuan. Namun, popularitasnya tidak hanya mendatangkan pujian; Saadawi juga menghadapi kontroversi dan ancaman karena pandangan-pandangannya yang kontroversial. Selama beberapa dekade setelah penerbitan buku ini, Nawal El Saadawi tetap aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, hak asasi manusia, dan kesetaraan gender. Dia adalah suara penting dalam diskusi global tentang isu-isu ini. Sayangnya, Nawal El Saadawi meninggal pada Maret 2021, tetapi warisannya dan kontribusinya dalam mendukung hak-hak perempuan dan mengkritik budaya patriarki tetap relevan hingga hari ini. Buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" terus menjadi bahan bacaan penting dalam studi feminis dan merupakan bagian penting dari warisan Saadawi yang tak terlupakan.

Judul buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" karya Nawal El Saadawi merangkum isu-isu yang mendalam dan kompleks seputar peran perempuan dalam masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh norma-norma patriarki. Nawal El Saadawi, seorang penulis, aktivis, dan dokter asal Mesir, menjelajahi tema-tema ini dengan pandangan yang tajam dan kritikal melalui pengalaman pribadi dan pengamatan yang mendalam.

    Buku ini adalah sebuah karya yang kuat dan provokatif, yang menggambarkan perjuangan perempuan dalam menghadapi norma-norma sosial yang mendiskriminasi dan membatasi mereka. Melalui berbagai analisis, Nawal El Saadawi membongkar akar penyebab ketidaksetaraan gender dan ketidakadilan dalam berbagai aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Salah satu aspek penting yang diangkat dalam buku ini adalah peran agama dalam memperkuat budaya patriarki. El Saadawi membahas bagaimana interpretasi agama yang patriarkis telah digunakan untuk membenarkan dominasi laki-laki atas perempuan, serta bagaimana pemahaman agama yang lebih luas dan inklusif dapat membantu memerangi ketidaksetaraan gender.

    Selain itu, Nawal El Saadawi juga menggambarkan pengaruh media massa dan sastra dalam membentuk persepsi masyarakat tentang perempuan. Ia mengkritisi representasi perempuan dalam media yang sering kali menghormati norma-norma patriarki dan menggambarkan perempuan sebagai objek seksual atau sebagai makhluk yang lemah. Pentingnya pendidikan bagi perempuan juga menjadi perhatian dalam buku ini. El Saadawi menyoroti bagaimana pendidikan yang berkualitas dapat memberikan perempuan kekuatan untuk membebaskan diri dari peran yang ditetapkan oleh masyarakat patriarki dan memberi mereka alat untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial dan politik.

    Selain itu, buku ini juga menggambarkan pengalaman perempuan dalam keluarga dan hubungan antar-individu. El Saadawi membahas masalah pernikahan, kekerasan dalam rumah tangga, dan bagaimana perempuan sering kali dipandang sebagai harta milik atau objek yang harus dikendalikan oleh laki-laki.

    Tidak hanya menggambarkan masalah-masalah ini, tetapi Nawal El Saadawi juga menawarkan solusi dan pandangan optimis tentang perubahan yang mungkin terjadi dalam budaya patriarki. Ia mendorong perempuan untuk mengambil peran aktif dalam perjuangan mereka untuk kesetaraan, serta menekankan pentingnya kesadaran dan pendidikan untuk mengubah persepsi sosial tentang perempuan. Secara keseluruhan, buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" karya Nawal El Saadawi adalah sebuah karya yang penting dan relevan, yang membuka pintu untuk diskusi dan refleksi tentang peran perempuan dalam masyarakat yang masih dipengaruhi oleh norma-norma patriarki. Buku ini memberikan suara kepada perempuan dan memotivasi pembaca untuk berpikir kritis tentang isu-isu gender dan budaya dalam masyarakat mereka sendiri, serta mendorong perubahan yang lebih adil dan inklusif.

Minggu, September 03, 2023

Resensi Buku Bejudul "Almond" Karya Sohn Won-pyung

Oleh Yutiara Lestari (Ketua Bidang RPK)


Identitas Buku

    Judul Buku: Almond

    Nama Penerbit: PT. Grasindo

    Tahun Penerbitan: 2019

    Nama Pengarang: Sohn Won-pyung

    Tebal Buku: 236

Ringkasan Cerita

    "Buku Almond" karya Sohn Won-Pyung adalah sebuah novel yang mengisahkan perjalanan seorang remaja laki-laki bernama Yunjae yang mengidap penyakit kejiwaan yang disebut Alexithymia. Penyakit ini membuatnya kesulitan mengungkapkan emosi dan juga merasakannya dengan benar. Kisah ini dimulai dengan masa kecil Yunjae yang berbeda dari anak-anak lain, di mana ia tidak bisa merasakan atau mengekspresikan emosi dengan baik. Ibunya sangat khawatir dengan kondisi Yunjae dan mencoba berbagai cara untuk membantunya mengatasi masalahnya.

    Namun, kehidupan Yunjae menjadi semakin rumit ketika neneknya tewas dalam sebuah insiden pembunuhan oleh orang tidak dikenal dan hal tersebut membuat ibunya tak sadarkan diri sejak kejadian itu. Yunjae terpaksa hidup sendiri dan mencoba beradaptasi dengan kehidupan barunya. Ia membuka toko buku dengan koleksi buku ibunya dan menjalani kehidupan sekolahnya dengan cemoohan dan rumor negatif tentang dirinya yang terus mengelilingi. Dengan ibunya yang terbaring koma di rumah sakit, wali Yunjae sementara ialah pria paruh baya yang akrab disapa Prof. Shim, ia merupakan penjual roti di lantai, diatas toko buku Yoonjae.

    Suatu hari, seorang pria tua yang mencari bantuan mendekati Yunjae. Pria itu meminta Yunjae untuk berperan sebagai anaknya yang hilang selama 13 tahun di depan istrinya yang kritis. Ini memulai hubungan Yunjae dengan Gon, seorang anak yang memiliki masalah perilaku dan bersikap kasar. Meskipun awalnya hubungan mereka penuh dengan konflik, mereka akhirnya menjadi teman dan saling memahami satu sama lain.

    Yunjae juga bertemu dengan Dora, seorang gadis yang tampaknya tidak merespon emosi atau situasi dengan cara yang biasa. Namun, Dora memiliki dampak yang kuat pada Yunjae dan membantunya memahami lebih banyak tentang dirinya sendiri dan emosi manusia.

    Kisah ini terus berkembang dengan peristiwa-peristiwa dramatis, termasuk perburuan untuk menemukan siapa yang mencuri uang di sekolah dan peristiwa berbahaya yang melibatkan Gon, Yunjae, dan seorang pria bernama Cheolsa. Semua peristiwa ini mengubah hidup Yunjae dan mengajarkan padanya tentang empati, persahabatan, dan kemampuan manusia untuk merasakan emosi.

    Novel ini menggambarkan perkembangan karakter Yunjae dari seorang remaja yang terisolasi dan tidak mampu merasakan emosi menjadi seseorang yang lebih terbuka terhadap dunia dan mampu memahami perasaan orang lain. Novel juga menyoroti konsep empati dan pentingnya merasakan emosi dalam kehidupan manusia

Kelebihan

    Alur ceritanya membuat kita benar-benar memahami bagaimana Yoonjae tumbuh untuk merasakan, memahami, mengenali, dan mengekspresikan perasaan. Penggambaran cerita yang diambil dari sudut pandang Yoonjae yang merupakan penderita alexithymia, tetap bisa memberi kesan yang penuh emosi yang tokoh utama sendiri tidak bisa rasakan. Meski bercerita mengenai kondisi yang hubungannya dengan biopsikologi, author novel ini menuliskan penjelasan melalui hidup Yoonjae dengan cara yang membuat pembaca mudah paham dan menambah wawasan baru pembaca. Selain itu Novel ini juga menceritakan hubungan antar manusia yang kompleks indah, salah satunya dengan Gon yang juga mempelajari perasaan melalui Yoonjae dan sebaliknya. Terakhir cerita yang dibawakan dalam novel ini mengandung banyak pembelajaran.

Kekurangan

    Pada bagian-bagian tertentu, cerita disampaikan terlalu panjang sehingga membuat pembaca membutuhkan waktu untuk memahami, beberapa jalan cerita mudah ditebak, tema yang diangkat cukup berat untuk pembaca yang mencari hiburan yang lebih ringan, buku ini juga tidak sesuai untuk semua usia karena terdapat adegan-adegan kekerasan dan pembunuhan. Ceritanya cukup lambat karena memang sangat berfokus pada perkembangan tokoh utama jika dibandingkan dengan plot cerita yang cepat yang mungkin membuat pembaca tidak sabar untuk mengikuti seluruh cerita.

Kamis, Agustus 31, 2023

Artikel UU CIPTAKER

 Pengkajian Isu Oleh Bidang Hikmah


    Undang-undang cipta kerja merupakan suatu aturan yang telah di sahkan pada tahun 2020 sebagai usaha dalam merubah sistem dan aturan tenaga kerja serta investasi yang berjalan di negara Indonesia. Sebelumnya pada tanggal 20 Oktober 2019, Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Indonesia periode kedua, menyampaikan rencana perihal omnibus law yang akan disiapkan yaitu Undang-Undang (UU) Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang (UU) Pemberdayaan UMKM. Omnibus law merupakan konsep baru yang digunakan di Indonesia untuk mengatasi permasalahan terkait rumitnya perizinan dan tumpang tindihnya peraturan, serta mengganti beberapa norma undang-undang ke dalam satu peraturan.

Hal-hal yang melatarbelakangi pemerintah untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) dikarenakan adanya perlambatan ekonomi global, potensi stagnansi keadaan perekonomian di Indonesia, geopolitik (adanya perang Rusia-Ukraina), dan belum optimalnya daya saing Indonesia dengan negara-negara lainnya. Tujuan dirancangnya UU ini adalah untuk mengembangkan iklim usaha yang kondusif dan aktraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, memberikan kepastian hukum kepada investor, dan menarik minat Warga Negara Asing (WNA) untuk bekerja di Indonesia agar dapat membantu pengetahuan guna meningkatkan kualitas SDM Indonesia.

Namun ada hal-hal lain yang juga melatarbelakangi ditetapkannya UU Cipta Kerja ini. Berdasarkan pidato presiden, terdapat 3 faktor yang menjadi alasan UU Cipta Kerja ini harus disahkan, yaitu :

1.      Mendorong terciptanya lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.

2.      Memudahkan masyarakat untuk membuka usaha, khususnya mikro kecil.

3.      Mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan cara mengintegrasikan sistem perizinan secara elektronik sebagai upaya menghilangkan pungutan. (Gian Asmara, 2020).

    Pada tanggal 21 Maret 2023 pukul 10.39 WIB, melalui rapat paripurnanya DPR berhasil mengesahkan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU No. 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Sebelumnya Perppu ini mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan dikarenakan hanya meng-copy paste dari UU Cipta Kerja yang sebelumnya sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan cacat secara formil berdasarkan keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut MK juga memerintahkan para pembentuk UU untuk melakukan perbaikan dalam kurun waktu 2 tahun sejak putusan dilayangkan. Akan tetapi bukannya memperbaiki, DPR malah memperlihatkan fallacy of logic (kesesatan berpikir) dengan mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2022 yang isinya mirip dengan UU Cipta Kerja, seakan-akan mengabaikan putusan MK yang meminta UU tersebut diperbaiki.

        Adapun sejarah panjang disahkannya UU No. 2 Tahun 2022 yang diwarnai dengan pro dan kontra ini adalah :

Ø  17 Desember 2019 – Lahirnya Omnibus Law

Istilah Omnibus Law yang lahir dari ucapan Presiden Jokowi pada pidatonya, yang kemudian mulai digarap oleh satgas Omnibus Law

Ø  2 April 2020 – Mulai Dibahas

RUU Omnibus Law mulai dibahas oleh DPR dalam rapat peripurna ke-?

Ø  5 Oktober 2020 – Omnibus Law Resmi Disahkan

RUU Omnibus Law resmi disahkan oleh DPR menjadi UU No. 11 Tahun 2020 dalam rapat paripurna ke-17 meski diwarnai interupsi dan penolakan dari fraksi Demokrat dan PKS. Bahkan di pertengahan rapat, Partai Demokrat memutuskan untuk keluar dari ruang rapat.

Ø  13 Oktober 2020 - Jumlah Halaman Berubah

Sejak disahkan, draf Omnibus Law UU Cipta Kerja mengalami beberapa kali perubahan jumlah halaman. Dari awalnya 905 halaman, kemudian menjadi 1.035 halaman, dan setelah dirapikan menjadi 812 halaman final. Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan, perubahan halaman terjadi karena ukuran kertas yang berubah pula. Selain itu, menurut Indra, memang ada penyempurnaan redaksi dan typo yang dilakukan oleh Baleg-Sekjen DPR.

Ø  22 Oktober 2020– Jumlah Halaman Berubah Lagi

Jumlah halaman UU Cipta Kerja yang semula 812 halaman, berubah lagi menjadi 1.187 halaman. Menurut menteri Sekretaris Negara Pratikno, penambahan ini muncul karena ada berbagai perubahan dari segi teknis, ukuran kertas, hingga jenis font. Sungguh sangat labil:)

Ø  2 November 2020 – Resmi Diundangkan

Meski masih memicu kontroversi di masyarakat, namun Presiden Jokowi memutuskan untuk tetap menandatangi Omnibus Law UU Cipta Kerja. UU ini juga ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada tanggal yang sama. Dengan demikian, UU setebal 1.187 halaman ini telah resmi diundangkan dan masuk dalam lembaran negara tahun 2020 dengan nomor 245.

Ø  3 November 2020 – Viral Salah Ketik

Meski telah diundangkan, namun rupanya masih banyak salah ketik dalam draf Omnibus Law UU Cipta Kerja. Mulai dari definisi minyak dan gas bumi di Pasal 1 Nomor 3 UU Nomor 11 Tahun 2020 yang tidak perlu hingga Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 yang dinilai 'hilang'. Terkait hal itu, Mensesneg Pratikno menjelaskan, setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR, pihaknya telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan secara teknis. Ia lalu meminta ke Sekretariat Jenderal DPR untuk memperbaikinya.

Ø  25 November 2021 – Inkonstitusional Bersyarat

Rakyat mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-undang tersebut secara formil dan materil. Setelah diadakan pemeriksaan secara formil dan materil, MK menyatakan bahwasanya UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja cacat secara formil dan inkonstitusional bersyarat. MK memberi kesempatan ke pada DPR untuk melakukian perbaikan pada UU tersebut dalam kurun waktu 2 tahun jika tidak ingin UU tersebut menjadi Inkonstitusional Permanen.

Ø  30 Desember 2022 – Lahirnya Peraturan Baru

Namun bukannya memperbaiki, DPR dan Presiden malah menerbitkan peraturan baru, yaitu Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan dalih keg entingan yang memaksa karena terjadinya kekosongan hukum.

Ø   21 Maret 2023 – Pengesahan Tanpa Pertimbangan

Di bawah kendali Puan Maharani, DPR tetap mengesahkan Perpu tersebut menjadi UU No. 2 Tahun 22 Tentang Cipta Kerja tanpa mendengarkan, apalagi mempertimbangkan penolakan keras dari berbagai pihak, terutama rakyat.

 

Pasal-pasal bermasalah :

1. Penetapan Upah Minimum Kabupaten dan Kota

§  Pasal 88C

(1) Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi.

(2) Gubernur dapat menetapkan Upah minimum kabupaten/kota.

(3) Penetapan Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal hasil penghitungan upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari upah minimum provinsi.  Pada catatan pertama, dapat disoroti bahwasanya pasal 88C ayat 2 yang mengatur bahwa Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Kata “dapat” pada pasal tersebut artinya bisa ada, bisa juga tidak, tergantung gubernur.

2. Penentuan Formula Penghitungan Upah Minimum

§  Pasal 88D

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Upah minimum.

(2) Formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu

§  Pasal 88F

Dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2). 

Pada poin kedua, Partai Buruh menolak formula penghitungan upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu yang diatur pada pasal 88D ayat 2. Penolakan tersebut, khususnya pada variabel indeks tertentu, tidak lah jelas definisinya.

Pasal ini berbahaya karena pemerintah dapat mengubah formula upah minimum sewaktu-waktu, yang mana berpotensi melindungi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum dalam kondisi krisis, contohnya pada masa pandemi Covid-19, namun dapat pula berpotensi menyengsarakan buruh atau karyawan.

3. Pasal tentang Outsourcing

Ketentuan mengenai penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing dalam Perppu Cipta Kerja diatur dalam pasal 81 poin 19-21. Dalam Perppu Cipta Kerja tidak ada ketentuan baku bidang apa saja yang boleh menggunakan tenaga outsourcing sehingga semua jenis pekerjaan outsourcing bisa di perbolehkan. Meski demikian Perppu menjelaskan bahwa aturan lebih jauh mengenai tenaga alih daya ini akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

4. Pasal tentang Pesangon Penetapan Pesangon

Dalam Perppu Cipta Kerja tak ada perubahan dibanding UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sebelumnya telah dibatalkan MK.  Pada Perppu yang telah diundangkan pada 30 Desember 2022 itu, disebutkan bahwa pemberian pesangon disesuaikan dengan masa kerja maksimal 9 kali upah bulanan ditanggung oleh pengusaha. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 81 ayat 47 yang mengubah Pasal 156 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Merujuk aturan terbaru, setiap pegawai yang terkena PHK bisa mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan dari perusahaan atau hanya mendapat salah satu sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Pada aturan itu uang pesangon bisa diterima maksimal 9 kali dari upah bulanan untuk masa kerja 8 tahun.  Untuk perhitungan uang penghargaan yang didapatkan oleh karyawan yang di PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah untuk pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun. Uang penghargaan paling rendah diberikan kepada pekerja yang telah tiga tahun bekerja yaitu sebanyak dua kali upah bulanan. Selain pemberian pesangon dan uang penghargaan, karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai. Perusahaan juga wajib memberikan biaya atau ongkos pulang ke tempat pekerja atau buruh diterima bekerja.

5. Pasal tentang PHK

Sama halnya dengan pasal perjanjian kerja dengan waktu tertentu Perppu juga tidak memberi perlindungan yang pasti pada pekerja dari PHK sepihak oleh perusahaan. Perppu memberi ruang pada subjektivitas perusahaan dalam menilai seorang karyawan bisa dipecat atau tidak.

6. Pasal tentang TKA (Tenaga Kerja Asing)

Hal yang dinilai berpotensi merugikan buruh dan pekerja dalam hal  tenaga kerja asing ini adalah tidak adanya aturan ketat untuk mengizinkan TKA masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya. Ketentuan itu membuat buruh kasar atau unskilled worker tidak terlindungi. Karena itu, Serikat Buruh meminta agar pemerintah memiliki aturan yang jelas mengenai Tenaga Kerja Asing.

8. Pasal tentang Pengaturan Waktu Kerja

§  Pasal 79 UU Nomor 13 tahun 2003

Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: 

a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu

§  Pasal 79 Perppu Nomor 2 Tahun 2022.

Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi:

a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja

b. istirahat mingguan I (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.  Merujuk aturan terdahulu, perusahaan wajib memberikan istirahat dan cuti kepada pekerja. Istirahat meliputi istirahat antara jam kerja sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus. Ada juga istirahat mingguan dengan dua alternatif yaitu satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam seminggu.

Berbeda dengan Undang-undang terdahulu, Perppu Nomor 2 tahun 2022 pasal 81 mengubah pasal 79 UU ketenagakerjaan dengan memberikan hak libur dan cuti lebih sedikit. Ayat 2 hanya menyebut istirahat mingguan diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Ketentuan libur 2 hari dalam satu minggu dihapus.

9. Pasal tentang Pelaksanaan Cuti

Pasal 79

Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, perusahaan wajib memberikan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah karyawan bekerja satu tahun. Selain itu ada pula istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun.   Aturan istirahat dan cuti yang termuat dalam UU Nomor 13 tahun 2003 menekankan kata kewajiban perusahaan. Dengan begitu, setiap pekerja dan buruh memiliki hak yang sama dan dijamin oleh undang-undang.  Berbeda dengan aturan terdahulu, Perppu hanya mewajibkan perusahaan memberikan cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh bekerja setahun. Sedangkan untuk istirahat atau cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan


 

Polemik keberlangsungan Ciptaker

Alasan mendesak merupakan alasan basi yang dilontarkan oleh pemerintah alih-alih guna mengesahkan Perppu Ciptaker pada 30 Desember 2022. Sebagaimana yang dikatakan oleh Menkopolhukam Mahfud MD, dia berkata bahwa penerbitan Perppu ini murni karena alasan mendesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009

Jika alasannya mendesak maka tugas pemerintahlah menjelaskan seberapa mendesak keadaan saat ini sehingga apa urgensi mengeluarkan Perppu No 2 Tahun 2022. Apakah resesi global, inflasi, kondisi geopolitik yang tidak stabil, atau yang lainnya yang menyebabkan Perppu ini ditandatangani oleh Presiden. Alih-alih mengkaji dan membenarkan ulang UU No 11 Tahun 2020 atas arahan MK yang dinilai inkonstitusional justru malah membuat Perppu No 2 Tahun 2022 yang jelas-jelas melanggar mandat MK untuk membetulkan UU No 11 Tahun 2020 yang dinilai inkonstitusional bersyarat. Apakah mereka kira dengan mengeluarkan Perppu No 22 Tahun 2022 dapat menghilangkan status inkonstitusional dari tubuh UU No 11 Tahun 2020? Tentu tidak.

Usai Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu, sejumlah Pemohon mengajukan permohonan pengujian formil dan materil perpu tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana untuk memeriksa permohonan Nomor 5/PUU-XIX/2023 dan Nomor 6/PUU-XIX/2023 dalam perkara pengujian Perpu 2/2022 tentang Cipta Kerja digelar di Ruang Sidang Panel MK pada Kamis (19/1/2023).

Persidangan dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams didampingi Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Kuasa hukum Perkara Nomor 5/PUU-XIX/2023, Viktor Santoso Tandiasa dan Zico Leonard secara bergantian menyatakan Perpu Cipker tersebut tertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 22A UUD 1945 serta Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dan Nomor 91/PUU-XVII/2020.

Tidak perlu banyak ahli untuk menginterpretasikan bahwa Perppu No 2 Tahun 2022 gagal. Cukup MK melalui beberapa pemohon yang mengajukan keberatan terhadap disahkannya Perppu tersebut menandakan bahwa ada yang tidak baik-baik saja dalam pembuatan Perppu ini. Yang paling disoroti keanehannya adalah masalah administrasi dan tata cara urutan pengesahan Perppu ini. Jadi jika dijelaskan secara singkat akan menjadi seperti ini alurnya.

Pada Kamis 25 November 2021, MK mengamanatkan bahwa UU No 11 Tahun 2020 tentang ketenagakerjaan adalah UU yang inkonstitusional bersyarat. Dengan artian UU tersebut tidak layak di terapkan karena masih ada persayaratan yang belum terpenuhi. Dalam putusan yang berjumlah 448 halaman tersebut MK memberi amanat bahwa bisa saja UU No 11 Tahun 2020 dapat di terapakan asalkan pemerintah harus memperbaiki isi UU No 11 Tahun 2020 tersebut selama 2 tahun terhitung sejak putusan MK. Apabila dalam tenggat waktu tersebut tidak ada perbaikan maka UU No 11 Tahun 2020 dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Namun alih-alih pemerintah mematuhi Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, pemerintah melalui Presiden Jokowi justru membuat Perppu pengganti UU No 11 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi UU pada tanggal 21 Maret 2023 lalu. Sehingga dapat dilihat bahwa pemerintah dengan terang-terangan melangkahi putusan MK terkait pengesahan UU Ciptaker ini secara sepihak.

Terdapat berbagai macam pendapat mengenai pengesahan UU Cipta Kerja ini dari sudut pandang pengamat politik hingga buruh. Mayoritas dari keresahan mereka adalah mengenai alasan pengesahan UU Ciptaker yang dibuat secara terburu-buru dan mengabaikan putusan MK mengenai permasalahan ini yang tidak melibatkan masyarakat di dalamnya. Hal ini memperjelas aroganisasi kekuasaan yang di pegang dalam dunia ekonomi, tenaga kerja di Indonesia dan mengabaikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat terutama pada buruh yang bekerja.

Rabu, Agustus 30, 2023

Program Kerja Organisasi Kewirausahaan Lembaga Semi Ortonom IMM Al-Ghozali

 Oleh Lembaga Semi Ortonom (LSO) IMM Al-Ghozali


LSO adalah sub bidang yang terbentuk dari bidang SPM. LSO bergerak dibidang kewirausahaan yang merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri. Kewirausahaan merupakan suatu persoalan yang sangat mempengaruhi dalam perekonomian suatu organisasi yang sedang berkembang. Kemajuan atau kemunduran ekonomi suatu organisasi ditentukan oleh para pelaku wirausaha tersebut. Kewirausahaan merupakan gabungan kreativitas, inovasi dan keberanian dalam menghadapi resiko dengan cara bekerja keras guna membentuk dan memelihara usaha. Maka disini LSO akan berusaha untuk membantu meningkatkan perekonomian IMM Al-Ghazali dan LSO itu sendiri.

Pengembangan kewirausahaan merupakan pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam upaya mendukung para kader khususnya di komisariat IMM Al-Ghazali, LSO melaksanakan serangkaian program kerja kewirausahaan yang inovatif dan berdampak positif. Berikut adalah gambaran mengenai program-program yang telah dijalankan oleh LSO :

 

1.      Kantin “Sangu Buns”

 

Sangu Buns adalah program kerja yang target pasarnya adalah pengurus IMM Al-Ghazali dan mahasiswa UMS. Disini kita berbelanja dan berusaha untuk mencari supplier yang paling murah agar keuntungan dari berjualan makanan, barang, maupun minuman tersebut mendapatkan hasil yang signifikan. Program ini mencakup aspek-aspek kunci seperti perencanaan bisnis, manajemen keuangan, pemasaran, serta inovasi produk dan layanan. Para kader akan diajak untuk mengembangkan rencana bisnis yang berpotensi dan mendapat kesempatan untuk menghasilkan keuntungan.

 


 

2.       Berjualan di Event Muktamar

 

Ini adalah program insidental dari Lembaga LSO yang mana kita disini tidak hanya berjualan makanan namun juga menawarkan jasa seperti jasa titip laundry untuk para tamu yang sudah datang dari jauh dan sedang menginap selama rangkaian event muktamar berlangsung. Hal ini merupakan sebuah strategi wirausaha yang sangat kreatif karena bisa memanfaatkan peluang di tengah kesempatan yang ada.

 

 

3.       Menyediakan alat-alat praktikum

 

"Menyediakan Alat Praktikum Berkualitas untuk Kesuksesan Edukatif Anda!"

 

Pada program ini LSO secara khusus membuka penyewaan Voice Recorder untuk mahasiswa Psikologi UMS yang sedang menjalankan mata kuliah praktikum. Dengan harga sewa yang sangat terjangkau yaitu Rp. 30.000,- Hal ini sangat bermanfaat karena mahasiswa tidak perlu lagi kesulitan untuk mencari tempat penyewaan. Kita juga memiliki SOP tersendiri untuk melakukan penyewaan tersebut.

 

SOP SANGUBUNS : PENYEWAAN VR

S&K

1. Minimal sewa VR 24 jam

2. Harga peminjaman 24 jam adalah 30k

3. Batas toleransi pengembalian unit adalah 1 jam. Pengembalian setelah batas toleransi otomatis akan dikenai denda

4. Lewat dari jam toleransi akan di kenai denda 3k per jam.

5. Bisa booking dengan menggunakan DP 15k

6. Kerusakan atau kehilangan unit adalah tanggungjawab perental secara penuh.

 

Format peminjaman

1. Nama lengkap

2. Foto KTM

3. Tanggal peminjaman-tanggal pengembalian

 

SOP tertulis ini dibuat dibuat agar tidak terjadinya kecurangan untuk meminimalisir kerugian yang ada.

 

Selain penyewaan VR, LSO juga membuka PO untuk mahasiswa yang ingin membeli stopwatch dengan kualitas yang bagus sesuai standar praktikum namun dengan harga yang terjangkau.

 

 

 

Jumat, Juni 09, 2023

Mengungkap Kebenaran tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga: Faktor Penyebab dan Dampaknya

Bidang Immawati dan Medkom Komisariat Al Ghozali 

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. Menurut usianya, 30,3% perempuan yang menjadi korban kekerasan berusia 25-44 tahun. Ada pula 30% perempuan yang menjadi korban kekerasan berusia 13-17 tahun. Dilihat dari tempat kejadian, 58,1% kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkup rumah tangga. Kemudian, 24,9% kekerasan terhadap perempuan terjadi di tempat lainnya. Sementara dari provinsinya, jumlah perempuan korban kekerasan paling banyak di Jawa Timur, yakni 2.136 orang. Posisi setelahnya ditempati oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan perempuan yang menjadi korban kekerasan berturut-turut sebanyak 2.111 orang dan 1.819 orang.

Diatur pada Pasal 44 UU KDRT tentang ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT ini memuat aturan terkait hukuman atau sanksi bagi pelaku tindak pidana KDRT dengan perbuatan kekerasan secara fisik. Berikut ini isi pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT.

Mengapa perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan?
Perempuan hampir selalu menjadi korban kekerasan karena budaya dan nilai-nilai masyarakat kita dibentuk oleh kekuatan patriarkal, dimana laki-laki secara kultural telah dipersilahkan menjadi penentu kehidupan. Menurut Foucault, laki-laki telah terbentuk menjadi pemilik ‘kuasa’ yang menentukan arah ‘wacana pengetahuan’ masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan secara garis besar (pada umumnya) terjadi melalui konsep adanya control atas diri perempuan, baik terhadap pribadinya, kelembagaan, simbolik dan materi. Dengan demikian, ketika hubungan antar jenis kelamin dikonstruk melalui hubungan dominasi-subordinasi, maka perempuan berposisi sebagai pihak yang diatur oleh laki-laki. Bangunan relasi ini bekerja melalui seluruh system social tadi yang kemudian melahirkan identitas jender,  yang membedakan laki-laki dan perempuan.

Faktor penyebab terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan yaitu 1. faktor ekonomi, disaat ekonomi sedang berada di bawah, manusia psti rentan lebih sensitif. 2. Faktor keluarga, bisa jadi pasnagan kita dulunya berada dari keluarga yang kurang harmonis, dia selalu melihat ayahnya memukul ibunya lalu dia berstimulasi kalo dengan mukul dapat mendisiplinkan pasangan, sama seperti Fatherless yang kehilangan sosok ayah, sehingga sang ibu merasa kesepian lalu mengutarakan perasaany kepada ayah, namun ayah marah-marah dan berkata kalo tugas laki-laki itu hanya mencari nafkah (menganut patriarki). 3. Faktor perjodohan, dll.

Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga diantaranya :

1.     Keluarga berkewajiban mengamalkan ajaran agama. Ayah harus  menjadi imam bagi istri, anak-anak dan keluarga karena bisa diibaratkan laki-laki adalah nahkoda di sebuah rumah tangga, dan ibu adalah imam bagi anak-anak dan mengurus rumah tangga.

2.    Komunikasi itu penting apabiola sudah berumah tangga, maka dari itu komunikasi antara ayah, ibu dan anak harus dikembangkan dengan baik.

3.       Wanita wajib mendidik anak sejak bayi, jangan memukulnya atau berkata kasar.

4.   Jika ada masalah diselesaikan dengan dialog langsung dan dengan kepala dingin, karena jika dengan keadaan emosi seseorang akan sulit untuk mengambil keputusan yang tepat.

Pemerintah memiliki upaya-upaya dalam penghapusan KDRT, salah satunya dengan mengeluarkan undang-undang yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik, psikis, seksual atau penelantaran rumah tangga. Pemerintah juga mempunyai upaya-upaya guna mencegah dan melindungi segala bentuk KDRT. Aparat kepolisian melakukan upaya tindak lanjut kepada pelaku KDRT. Maka dari itu pemerintah telah mengatur tentang KDRT ini pada sebuah undang-undang yakni pada Pasal 44 UU KDRT tentang ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT ini memuat aturan terkait hukuman atau sanksi bagi pelaku tindak pidana KDRT dengan perbuatan kekerasan secara fisik. Berikut ini isi pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT.

Jumat, Mei 19, 2023

"Perempuan Menggenggam Kekuatan: Menguak Keharusan Critical Thinking"

 

Oleh: Asyifa Azdkiah Haqiqi

 

Richard Paul dan Linda Elder: Menurut Paul dan Elder, Critical Thinking melibatkan pemikiran yang reflektif dan aktif untuk mengenali, menganalisis, dan mengevaluasi argumen serta konsep. Mereka menganggap bahwa pemikiran kritis melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, mengidentifikasi bias, memeriksa bukti, dan membuat kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat. Berpikir kritis merupakan keterampilan penting bagi semua orang, termasuk wanita. Keterampilan ini melibatkan pemikiran objektif, analitis, dan reflektif untuk memahami masalah, menantang asumsi, dan mengevaluasi informasi secara kritis sebelum membuat keputusan atau mengambil tindakan. Dalam konteks perempuan, berpikir kritis bisa berdampak signifikan pada kehidupan mereka.

Dengan perubahan sosial dan kemajuan kesetaraan gender, perempuan semakin diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Mereka tidak lagi terbatas pada tugas klasiknya sebagai perawat atau ibu rumah tangga, tetapi juga berkecimpung di bidang pendidikan, bisnis, politik, dan sains. Pemikiran kritis membantu wanita menghadapi tantangan kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Aspek penting dalam mengembangkan pemikiran kritis adalah kemampuan untuk menantang norma-norma sosial yang mungkin membatasi perempuan. Dengan bantuan pemikiran kritis, perempuan dapat mengenali dan mengevaluasi stereotip gender yang berlaku di masyarakat dan mempertanyakan asumsi di balik peran gender yang diberikan. Dengan cara ini, perempuan dapat mengambil keputusan berdasarkan pemikiran rasional dan tidak terpengaruh oleh norma-norma yang membatasi.

Pemikiran kritis juga membantu wanita menghadapi tekanan dan harapan sosial yang sering mereka hadapi. Dengan menantang ekspektasi ini, wanita dapat mengembangkan pola pikir mandiri dan memilih gaya hidup yang mencerminkan keinginan dan nilai pribadi mereka. Mereka tidak hanya mengikuti arus tanpa pemikiran kritis, tetapi dengan hati-hati mempertimbangkan konsekuensi dan implikasi dari keputusan mereka.

Wanita dengan keterampilan berpikir kritis yang kuat juga memiliki peluang lebih baik untuk berhasil dalam berbagai bidang kehidupan. Dia tahu bagaimana mengenali peluang, mengatasi rintangan, dan mengambil risiko sedang. Pemikiran kritis memungkinkan wanita untuk memecahkan masalah dengan cara yang inovatif dan efektif dan mempertimbangkan perspektif yang berbeda sebelum membuat keputusan penting. Namun, perlu diingat bahwa berpikir kritis bukanlah keterampilan yang dimiliki setiap orang secara alami. Ini adalah keterampilan yang harus dikembangkan melalui latihan dan pengalaman. Maka penting bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang mendorong dan memfasilitasi perkembangan pemikiran kritis mereka. Secara keseluruhan, pemikiran kritis memberi wanita alat yang ampuh untuk mengatasi tantangan, memenuhi harapan sosial, dan mencapai tujuan mereka. Dengan mengembangkan keterampilan ini, wanita dapat mengendalikan hidup mereka sendiri.

    Pada era yang semakin maju ini, perempuan telah mengambil langkah maju dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka telah menantang norma-norma sosial yang membatasi peran dan kontribusi mereka, membuktikan bahwa mereka mampu mencapai prestasi luar biasa di berbagai bidang. Di balik kemajuan ini terdapat satu faktor kunci yang menjadi pondasi kesuksesan mereka: critical thinking atau pemikiran kritis.

Critical thinking merupakan keterampilan mental yang memberdayakan perempuan untuk berpikir secara analitis, evaluatif, dan reflektif. Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mempertanyakan asumsi yang mendasari informasi, dan mengevaluasi bukti secara obyektif. Dengan mempraktikkan critical thinking, perempuan mampu mencapai pemahaman yang mendalam dan mengambil keputusan yang baik.

    Salah satu aspek penting dalam keharusan critical thinking bagi perempuan adalah dalam menghadapi stereotipe gender yang masih ada di masyarakat. Selama bertahun-tahun, perempuan sering kali dikaitkan dengan peran yang terbatas, seperti pengasuh atau pendukung. Namun, dengan kemampuan critical thinking, perempuan dapat melihat melampaui batasan ini dan menantang norma yang membatasi. Mereka dapat mempertanyakan dan mengurai asumsi yang mengikat, sehingga menciptakan ruang untuk berperan secara lebih luas dan berdampak.

    Melalui critical thinking, perempuan juga mampu mengatasi hambatan dan tantangan yang seringkali dihadapi dalam kehidupan pribadi dan profesional. Dalam dunia kerja, mereka mungkin menghadapi stereotipe dan prasangka yang meragukan kemampuan dan kompetensi mereka. Namun, dengan kemampuan berpikir kritis, perempuan dapat menunjukkan pemahaman yang mendalam dan kualitas kepemimpinan yang tangguh. Mereka dapat menghadapi pertanyaan sulit, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang tepat, memperoleh penghargaan dan pengakuan yang pantas. Tidak hanya itu, critical thinking juga memberikan perempuan kepercayaan diri untuk mengejar tujuan dan impian mereka dengan penuh keyakinan. Dengan melibatkan pikiran kritis, mereka mampu merencanakan langkah-langkah strategis, melihat potensi risiko, dan menghadapi tantangan dengan kepala tegak. Perempuan dengan keterampilan critical thinking mampu menghadirkan ide-ide inovatif, solusi yang efektif, dan pengaruh yang positif dalam berbagai bidang kehidupan.

    Namun, untuk menggenggam kekuatan critical thinking ini, perempuan juga perlu didukung dan diberdayakan. Masyarakat harus memberikan pendidikan yang memfasilitasi perkembangan kemampuan berpikir kritis sejak usia dini. Pelatihan dan kesempatan untuk berlatih dalam situasi dunia nyata juga penting.

Banyak beragam Teori Critical Thinking yang adaa dan melibatkan berbagai pendekatan dan konsep yang digunakan untuk memahami dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Berikut adalah beberapa teori yang relevan dalam konteks Critical Thinking:

- Model Paul-Elder: Dikembangkan oleh Richard Paul dan Linda Elder, model ini mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam berpikir kritis, termasuk asumsi, konsekuensi, bukti, dan pemikiran konseptual. Model ini menekankan pentingnya mempertanyakan dan menguji asumsi, memeriksa kualitas bukti, dan berpikir secara sistematik untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.

Model Bloom: Dikembangkan oleh Benjamin Bloom, model ini mengusulkan enam tingkat pemikiran kritis, mulai dari pengetahuan dasar hingga pemikiran evaluatif yang kompleks. Model ini menyoroti pentingnya berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

- Model Toulmin: Dikembangkan oleh Stephen Toulmin, model ini fokus pada argumen dan logika. Model ini menekankan pentingnya mengidentifikasi dan mengevaluasi klaim, bukti, dan alasannya dalam membangun argumen yang kuat dan rasional.

- Teori Perkembangan Kognitif Piaget: Dikembangkan oleh Jean Piaget, teori ini berfokus pada perkembangan kognitif individu dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Teori ini menekankan peran pemikiran kritis dalam mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, penalaran logis, dan mempertanyakan informasi yang diterima.


 Referensi:

Astleitner, H., & Wiesner, C. (2004). Critical Thinking in Education: A Review. Educational Research Review, 2(2), 130-156.

Brookfield, S. D. (2012). Teaching for Critical Thinking: Tools and Techniques to Help Students Question their Assumptions. Jossey-Bass.

Ennis, R. H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Inquiry: Critical Thinking Across the Disciplines, 26(2), 1-18.

Paul, R., & Elder, L. (2013). Critical Thinking: The Nature of Critical and Creative Thought. Journal of Developmental Education, 37(2), 2-10.

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...