Senin, Juli 19, 2021

KPK: Revisi UU Hingga TWK


KPK: Revisi UU Hingga TWK

Bidang Hikmah


  Pelemahan terhadap KPK telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk melemahkan mulai kriminalisasi, revisi undang-undang, penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan. Hingga puncaknya pada Selasa, 17 September 2019 DPR mensahkan Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

   Dari revisi Undang-Undang tersebut terdapat beberapa pasal yang dinilai akan melemahkan KPK, antara lain:

    a. Pasal 3 UU no.19 tahun 2019 mengatur bahwa KPK merupakan salah satu lembaga negara dalam ranah eksekutif. Meskipun dalam kinerjanya KPK tetap independen, namun menjadi suatu pertanyaan bagaimana bisa KPK tetap independen namun pada kenyataannya pemerintah menetapkan dewan pengawas secara langsung yang memiliki tugas yang kompleks dalam KPK.

    b. BAB VA pasal 37A mengatur mengenai dewan pengawas. Badan pengawas dalam KPK dinilai akan melemahkan KPK karena UU KPK Pasal 36 UU no.30 tahun 2002 hanya berlaku bagi pegawai dan pimpinan KPK dan tidak berlaku bagi Badan Pengawas, artinya badan pengawas KPK memiliki diperbolehkan menjadi komisaris, direksi di organisasi yayasan hingga memiliki jabatan lainnya, serta badan pengawas juga diperbolehkan untuk menemui tersangka atau pihak lain yang memiliki hubungan dengan perkara atau kasus yang sedang ditangani oleh KPK.  

    Selain hal tersebut ada beberapa asalan lainnya yang membuat dewan pengawas dirasa akan menghambat kinerja pegawai KPK, diantaranya

   - Kriteria dan kode etik dewan pengawas dalam UU no.19 tahun 2019 dinilai lemah. Hal ini dikarenakan dengan posisi dan kekuasaan yang lebih tinggi dari pimpinan dan pekerja KPK, namun syarat untuk menjadi dewan pengawas lebih mudah.   Seperti untuk menjadi pimpinan KPK diharuskan minimal memiliki keahlian dan pengalaman minimal 15 tahun dalam bidang hukum, keuangan, ekonomi, dan perbankan dengan ijazah sarjana hukum atau lainnya. Namun, syarat tersebut tidak ada untuk dewan pengawas.

   - Informasi rawan bocor. Hal tersebut dapat terjadi karena KPK dalam melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitasan harus meminta izin terlebih dahulu kepada badan pengawas, sehingga potensi kebocoran informasi bisa terjadi sebelum OTT dilakukan.

   - Terkait penyadapan, penggledahan, dan penyitaan yang harus meminta izin kepada dewan pengawas, hal tersebut dirasa tidak efektif dan akan memperlambat kinerja KPK.

   c. Pasal 1 angka (6) UU no.19 tahun 2019 yang menyatakan bahwa pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini membuat kinerja KPK akan terhambat karena jika pegawai KPK adalah ASN akan bersifat birokratis dan mudah dikooptasi kepentingan politik. Ada beberapa dampak dari perubahan status pegawai KPK menjadi ASN, yaitu

   - Nilai independen KPK akan melemah karena cerminan lembaga negara yang mandiri ialah sistem kepegawaian yang dikelola secara mandiri.

   - Terikat aturan eksekutif. Dikhawatirkan saat anggota KPK sedang mengusut kasus besar, bisa jadi pegawai yang bersangkutan akan dimutasi atau dipindahkan ke lembaga lain.

   - Kemungkinan akan sulit bagi KPK untuk menindak pelaku korupsi yang berasal dari lingkungan pemerintahan dikarenakan aturan kepegawaian KPK tidak lagi tunduk pada aturan KPK namun pada aturan KemenPanRB yang merupakan bagian dari pemerintahan.

   - Dengan aturan ini maka penyidik KPK secara otomatis akan beralih status menjadi Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) yang dalam pasal 7 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa PPNS berada dibawah koordinasi dan pengawasan kepolisian.

   Selain dari  beberapa pasal yang dinilai akan melemahkan KPK persoalan mengenai pemilihan Ketua KPK Firli Bahuri juga menimbulkan pro dan kontra baik dari luar KPK maupun internal KPK sendiri. Dalam proses pemilihannya sendiri terdapat beberapa catatan negatif seperti pelanggaran etik. Internal KPK sendiri menyatakan bahwa Firli pernah melakukan beberapa pelanggaran etik diantaranya :

   a. Melakukan pelanggaran etik berat saat beliau menjadi deputi penindakan KPK Pelanggaran etik yang dilakukan terkait pertemuannya dengan sejumlah orang yang saat itu menjadi incaran KPK, diantaranya Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi atau dikenal dengan Tuan Guru Bajang, dimana saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT. Newmont yang di duga melibatkan

   b. Pemerintahan Provinsi NTB. Selain Zaiul Majdi, Firli juga melakukan pelanggaran etik bertemu dengan Wakil Ketua BPK Bahrullah yang menjadi saksi pada kasus suap dana perimbangan, dan juga salah satu petinggi partai politik.

    c. Terbukti melakukan pelanggaran kode etik dari dewan pengawas, beliau menggunakan helikopter mewah.

   Dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut bagaimana bisa menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang yang dalam bekerja saja tidak manaatai kode etik sehingga akan mengurangi rasa kepercayaan berbagai pihak.

    Selain dua hal diatas pada bulan Mei 2021 muncul polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang juga dianggap sebagai alat untuk melemahkan KPK. Dimana terdapat 75 pegawai dinyatakan tidak lolos dan tidak pancasialis, diantara 51 dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos tersebut diberhentikan dari KPK dan dinyatakan tidak bisa untuk dibina kembali sedangkan 24 sisanya masih dapat mengikuti pembinaan kembali sebelum diangkat menjadi ASN.

   Namun 75 pegawai yang tidak lolos tersebut merupakan para pegawai yang berintegritas dan sedang menangani kasus-kasus besar seperti Novel Baswedan yang pada saat itu sedang mengusut kasus Tanjungbalai, Rizka Anung Nata yang menyelidiki kasus Harun Masiku, Ambarita Damanik sebelum dinonaktifkan sedang menangani kasus suap benih lopster dan kasus Tanjungbalai, serta Andre Nainggolan yang tengah menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos).  Dari sinilah muncul dugaan bahwa TWK hanyalah alat untuk menghilangkan para pegawai berintegritas tersebut. Tes Wawasan Kebangsaaan muncul sebagai konsekwensi dari revisi UU nomor 19 tahun 2019 Pasal 1 angka (6) yang menyatakan bahwa pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

    Dalam Tes Wawasan Kebangsaan di KPK muncul beberapa keanehan dalam prosesnya seperti :

   - Adanya pertanyaan aneh pada saat tes berlangsung dari agama hingga seks. Pertanyaan aneh berupa: a pakah bersedia melepas jilbab?, memilih Al-Qur’an atau pancasila, tanggapan terhadap kritik, dll.

   - Munculnya beberapa cluster. Dimana nama-nama pegawai dalam cluster tersebut menjadi bagian dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Cluster ini menurut hasil penelusuran yang dilakukan oleh Giri Suprapdiono selaku Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK. Cluster-cluster tersebut antara lain:

    a. Cluster kasatgas. Terdapat 9 kasatgas diantaranya 7 penyidik dan 2 penyelidik yaitu Ambarita Damanik, Novel Baswedan, Andre Nainggolan, Budi Agung Nugroho, Budi Sukmo, Rizka Anung Nata, Alief Julian Miftah, Iguh Sapurba, dan Harun Al Rasyid. Dimana 7 kasatgas tersebut saat ini tengah menangani kasus besar seperti Suap Tanjungbalai, Korupsi Bansos, Kasus suap Edhy Prabowo.

   b. Cluster Pengurus Wadah Pegawai diantaranya Novel Baswedan, Yudi Purnomo, M. Praswad Nugraha, Novariza, Faishal, Farid Andhika, Tri Artining Putri, Andi Abdul Rahman Rahim, Aulia Posteria, Benedictus Siumlala. Dimana cluster ini menolak revisi UU KPK.

   c. Cluster Pemeriksa Pelanggaran Kode Etik.  Pada cluster ini terdapat nama Hery Muryanto, Chandra Reksodiprodjo, NHS, Arba, Yulia Fu’ada, dan AW. Dimana pada zaman Hery Muryanto lah pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik pada kasus berat yang dilakukan ketua KPK dilakukan.

   d. Cluster Pejabat Strategis. Pada cluster ini terdapat nama Hery Muryanto, Sujanarko, Giri Suprapdiono, Chandra Reksodiprodjo, Rasamala Aritonang, Nanang Priyono, AMK, ARB, Hotman Tambunan.

   - Pada saat Tes Wawancara Berlangsung  assessor tidak memperkenalkan dirinya terlebih dahulu sebelum memulai tes.

Selain beberapa permasalahan diatas pasal mengenai TWK juga dinilai merupakan selundupan dikarenakan dalam UU 19 Peraturan Pemerintah 41 tahun 2020 mengenai alih status ASN tidak menyebutkan Tes Wawancara Kebangsaan dan baru tiba-tiba di pasal 5 Peraturan KPK nomor 1 tahun 2021 disebutkan mengenai Tes Wawasan Kebangsaan sebagai syarat beralih status sebagai ASN, dimana dalam tes tersebut tidak ada transparansi dan akuntanbilitasnya.

   Mengenai Tes Wawasan Kebangsaan KPK yang menyatakan 75 pegawai tidak lolos tersebut, Joko Widodo selaku presiden telah menyatakan bahwa “Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.” Pernyataan tersebut disampaikan melalui akun Youtube Sekretariat Kepresidenan pada Senin, 17 Mei 2021. Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa presiden telah memberikan instruksi untuk tidak langsung menjadikan hasil Tes Wawasan Kebangsaan menjadi acuan untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes tersebut. Namun, pada Selasa, 25 Mei 2021 pimpinan KPK tetap mengambil keputusan untuk memberhentikan 51 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos dan sudah tidak bisa dibina sedangkan untuk 24 pegawai lainnya akan dibina sebelum diangkat menjadi ASN.

   Masalah lain juga muncul berkaitan dengan ketidak transparasinya hasil TWK KPK dari pihak KPK sendiri. Pihak KPK menyatakan bahwa 51 pegawai yang sudah tidak dapat dibina karena mendapat indikator merah, namun dari pihak KPK dan Kepala BKN sendiri belum memberi konfirmasi mengenai indikator merah tersebut.



 SUMBER :

https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/berbagai-upaya-pelemahan-kpk

https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1255-kpk-identifikasi-26-poin-yang-beresiko-melemahkan-di-ruu-kpk

https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1268390/empat-bahaya-keberadaan-dewan-pengawas-kpk

https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/marthathertina/berita/5e9a4c3dafaa8/pro-kontra-dewan-pengawas-kpk-pks-bukan-soal-orangnya-tapi-sistemnya

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2019/09/18/10303891/revisi-uu-kpk-disahkan-kpk-bentuk-tim-transisi 

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190911190308-12-429630/kpk-firli-bahuri-lakukan-dugaan-pelanggaran-etik-berat

 https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2019/09/13/16450531/cerita-firli-soal-pertemuannya-dengan-perempuan-ketum-parpol

 https://nasional.tempo.co/read/1412672/deputi-penindakan-kpk-sambut-kedatangan-ketua-bpk-di-lobi-icw-memalukan/full?view=ok

https://youtu.be/Ad9t3Bcs0mU

https://youtu.be/yH_SlZwR32g

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210531193413-12-648935/13-daftar-indikator-hijau-kuning-twk-pegawai-kpk/amp#aoh=16267006097530&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s

Jumat, Juli 16, 2021

Peran IMMawati dalam Gerakan Mahasiswa

 Peran IMMawati dalam Gerakan Mahasiswa

Faiza Shabiya Kofala

(Kader PK IMM Al-Ghozali)

A. Latar Belakang 

    Islam merupakan agama yang sangat menghormati dan menghargai kesetaraan perempuan dan laki-laki di hadapan Allah. Perempuan dalam Islam merupakan makhluk Allah yang memiliki banyak keistimewaan. Alquran menjelaskan bahwa kedudukan perempuan diciptakan sebagai pasangan buat lakilaki bukan sebagai budak atau harta yang bisa diperjual-belikan maupun dipermainkan. Bahkan Islam menempatkan wanita sebagai makhluk paling mulia yang harus dijaga. Sebagaimana Allah SWT pernah berfirman (yang artinya), “Lakilaki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) , dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya.“ (QS. An-Nisa:34) Nasib perempuan sebelum datangnya agama Islam sangat memprihatinkan bahkan cenderung tragis. Perempuan tugasnya hanya melayani lelaki dan harus siap kapanpun saat diperlukan. Bahkan lahirnya seorang anak perempuan dalam sebuah keluarganya, bagaikan 'aib' bagi keluarga. Apalagi bila mereka mempunyai kedudukan terhormat dalam kelompok masyarakat. Karena itu, demi menutupi aibnya, anak perempuan yang baru dilahirkan harus dibunuh. Kalau diselamatkan (tidak dibunuh), anak perempuan di zaman pra-Islam ini hanyalah menjadi pemuas kaum pria. Ia wajib melayani kehendak pria, termasuk bapaknya sekalipun. Dan anak-anak perempuan tidak diperbolehkan bekerja di luar rumah. Mereka cukup untuk memasak di dapur, melayani suami (pria) saat malam hari dan mencuci pakaian. Tak heran bila kemudian muncul adagium bahwa perempuan itu tugasnya hanya di dapur, di sumur dan di kasur hingga sekarang. Islam datang dan mengangkat derajat wanita dan mengembalikannya kepada keadaannya sebagai manusia yang layak. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian menjadi pria dan wanita.” (QS. Al Hujurat:13). Perempuan mempunyai hak untuk melakukan pekerjaan apapun dan berhak untuk melanjutkan studinya setinggi yang ia mau tanpa halangan apapun. Bahkan pada zaman dahulu banyak sekali perempuan yang aktif bekerja dan beraktivitas dan Nabi sendiri tidak melarangnya. Musuh-musuh Islam—bahkan musuh kemanusiaan—saat ini dari kalangan orang-orang kafir dan munafiqin yang hatinya berpenyakit, merasa iri dengan kemuliaan yang diperoleh wanita muslimah di dalam Islam. Bahkan keadilan untuk memperjuangkan kesetaraan gender juga dialami Indonesia sendiri. Salah satu bukti bangkitnya perempuan Indonesia adalah ketika Kongres Perempuan pertama kali diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928. Kesempatan perempuan untuk menjajaki ranah publik sebenarnya semakin terbuka lebar akibat munculnya semangat untuk mendorong kesetaraan gender dari organisasi internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal tersebut ditegaskan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination af All Forms of Discrimination against Women) atau CEDAW yang ditetapkan pada 18 Desember 1979. Selanjutnya, Indonesia meratifikasi konvensi tersebut ke dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1984 sebagai penegasan agar terwujudnya persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia dengan menghapus praktek diskriminasi yang menghambat kemajuan perempuan

B. Isi 

    Peran wanita sebagai anak, istri, ibu dan kemudian pengabdi dalam masyarakat. Peran wanita baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan peran yang sangat agung yang tidak sepantasnya kaum wanita disepelekan. Perempuan bukan hanya sekedar kaum yang lemah, namun perempuan bisa menjelma menjadi sosok yang besar namun tetap dalam hal yang positif dan baik, perempuan adalah kesatuan yang indah dari empat peran penting dari pria-nya. Peran perempuan tidak hanya mencakup anak, istri dan ibu namun juga sebagai pengabdi dalam masyarakat, berarti perempuan dapat manyalurkan dan mengembangkan berbagai aspirasi yang dimiliki dan dapat terjun langsung dalam masyarakat dengan tetap pada bidang dan batasan-batasannya. Kesetaraan inilah yang diperjuangkan oleh Islam dahulu. Hingga saat ini, Islam telah berhasil membalikkan peran perempuan dimata dunia. Bahkan sekarang sudah banyak aktivis perempuan yang unjuk diri tidak kalah maju dari aktivis lai-laki. Kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki pun kian muncul dengan ditandainya perempuan yang terlibat dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Perempuan diberikan hak-haknya sepenuhnya yaitu dengan memberi warisan kepada perempuan, memberikan kepemilikan penuh terhadap hartanya, bahkan tidak boleh pihak lain ikut campur kecuali setelah mendapat izin darinya. Seperti yang terletak dalam ruang lingkup perkuliahan yaitu organisasi IMM, atau yang memiliki kepanjangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang sudah terbukti menjunjung tinggi kesetaraan tanpa perbedaan apapun di ranah publik. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas, humanitas, dan intelektualitas tentu tidak menutup mata tentang adanya hak-hak perempuan yang harus diperjuangkan. Dalam IMM sendiri memiliki bidang yang menggerakan perempuan berfungsi meneguhkan jati diri kader putri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan mengawal kultur adil gender terarus di tubuh ikatan maupun diluar ikatan. Bidang ini disebut juga dengan IMMawati yang biasa menjadi sebutan untuk kader perempuan dalam IMM. Kehadiran IMMawati sebagai pelengkap ini menjadi tiang pergerakan bagi organisasi itu sendiri. IMMawati adalah sosok perempuan Islam yang diharapkan mampu memberikan nuansa islami dalam seluruh perannya, baik di lingkungan keluarganya maupun di lingkungan tempat tinggalnya, bahkan yang lebih strategis adalah di lingkungan kampus, sehingga akan menjadi uswatun khasanah. Awalnya, IMMawati sendiri bukan menjadi bagian asli dari salah satu bidang dalam IMM. IMMawati tidak terbentuk langsung di lungkup IMM itu sendiri, namun terdapat bidang bagian khusus keputrian di dalamnya. Bidang IMMawati ada setelah dua tahun berjalannya IMM. Dengan adanya IMMawati, ikatan dapat berjuang lebih dan bergantung kepada IMMawati sebagaimana gaungnya bahwa perempuan adalah tiangnya negara. Peran IMMawati sudah sangat diakui sebagai pembawa nama baik perempuan di kacah masyarakat. Selain menjadi jembatan masyarakat dengan dunia perkuliahan, IMMawati juga harus menyatukan pikiran dan merangkul sesama untuk berada dalam barisan untuk mencegah masuknya hal-hal yang merusak akhlak, mencegah masuknya ilmu-ilmu yang sengaja dibuat untuk mengontaminasi semangat kebangkitan muslimah di dunia, serta yang paling penting adalah mencegah hal-hal yang dapat meruntuhkan keimanan seseorang kepada Allah SWT. Menjadi IMMawati sendiri bukan asal menjalankan tugasnya tanpa landasan. IMMawati banyak berkaca dari tokoh pejuang perempuan dalam Islam terutama yang berjuang menegakkan hak-hak perempuan dan menjunjung tinggi keadilan. Salah satunya adalah Siti Walidah atau yang sering kita sapa beliau sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Nama Nyai Ahmad Dahlan terkenal karena beliau adalah istri dari K. H. Ahmad Dahlan. Nyai Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh wanita sekaligus pelopor bagi lahirnya pergerakan kaum wanita, khususnya di kalangan internal Muhammadiyah. Siti Walidah lahir di Desa Pesantren Kauman, Yogyakarat pada 3 Januari 1872. Ia merupakan anak Kiai Penghulu Haji Muhammad Fadhil bin Kiai Penghulu Haji Ibrahim ulama besar disegani masyarakat. Ayahnya juga memangku jabatan Penghulu Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Sejak kecil, Siti Walidah sudah mengenal dan belajar ilmu agama. Sampai usia remaja, ia belum pernah menikmati pendidikan umum. Karena pada waktu itu berkembang pemikiran bahwa sekolah formal untuk laki-laki bukan untuk perempuan. Pada 1903, Siti Walidah menikah dengan Ahmad Dahlan. Awalnya suami Siti Walidah bernama Muhammad Darwis, kemudian setelah menuaikan haji dan belajar agama dikenal dengan nama Ahmad Dahlan. Bersama suaminya, Siti Walidah ikut berjuang untuk mencerdaskan masyarakat dengan memberikan pendidikan, baik pendidikan agama atau pendidikan umum. Apalagi setelah Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Islam bernama Muhamamdiyah pada 1912. Semangat dan perjuangan Siti Walidah dijadikan contoh nyata oleh para kader IMMawati sebagai tonggak menjalani tugas dan membenarkan keadilan kepada dunia. Dalam konteks kekinian yang rentan terhadap krisis kemanusian dan nilai, maka IMMawati mempunyai targetan besar dalam perkaderannya yaitu mewujudkan kader IMMawati yang berbusana syar’i dan membudayakan literasi yakni membaca, menulis, dan aksi. Memasuki era digital ini dihadapi oleh zaman yang menuntut setiap aktivisnya berpikir cerdas dan bekerja keras. Dengan gelar mahasiswanya, IMMawati tidak bisa tidak dituntut mampu keluar dari kungkungan dunia kemahasiswaan yang biasa, serba normatif tanpa kreatifitas. Selain di dalam kelas, di luar kelas adalah wadah nyata bagi IMMawati untuk menggerakkan gerakan kemahasiswaan. Keberadaan bidang IMMawati sendiri sering dianggap hanya sebagai wadah bagi para kader IMMawati yang dinilai tertutup, dengan kata lain adanya bidang IMMawati dalam struktural juga merupakan sebuah diskriminasi gender. Julukan IMMawati melawan yang selama ini selalu disematkan untuk IMMawati akan tetapi sangat bertolak belakang dengan kondisi IMMawati saat ini, pemahaman IMMawati terhadap gender pun mengalami stagnansi yang hanya berkutat pada pemahaman jika laki-laki berkerja perempuan boleh berkerja dan masih selalu membahas tentang dapur, sumur kasur dan sebagainya. Selain itu IMMawati pada saat ini masih sangat latah dalam persoalan gender maksudnya ialah ketika IMMawati dibenturkan oleh persoalan yang harusnya di perlukan peran IMMawati akan tetapi ia memilih untuk mundur dan berujung peran laki-lakilah yang lebih dominan. Kemudian jika berbicara mengenai IMMawati dan perannya di lingkungan sosial, IMMawati mempunyai hak yang sama dengan siapapun dalam lingkungan sosial. Dalam komponen struktur sosial terdapat tiga lapisan yaitu struktur atas adalah pemerintah , struktur sentral yaitu gerakan mahasisa sebagai pemerhati kebijakan dan struktur bawah adalah masyarakat sebagai objek kebijakan. Dari hal tersebut sangatlah jelas posisi mahasiswa sebagai sentral dalam struktur sosial yang dimana mahaiswa di tuntut untuk dapat melakukan sebuah gerakan dan aksi untuk mengawal sebuah kebijakan yang di buat pemerintah agar kebijakan yang di buat oleh pemerintah sesuai dengan masyarakat dan adil bagi kaum perempuan itu sendiri, begitupun sebaliknya jika kebijakan atau program pemerintah belum terjalankan dengan baik di dalam masyarakat mahasiswa harus bisa untuk mensosialisasikan kebijakan yang di buat pemerintah. Oleh karena itu IMMawati harus mampu untuk menjadi poros pergerakan perempuan.

C. Penutup 

    IMMawati saat ini masih belum cukup untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kurangnya identitas IMMawati pada saat ini seiring perkembangan zaman yang begitu pesat, yaitu budaya membaca, menulis, dan berkarya sudah cukup jauh hilang dari seorang IMMawati. IMMawati tidak hanya menjadi sebuah gelar belaka, tetapi pergerakan IMMawati juga harus dibuktikan agar tak lagi dipandang sebelah mata, melainkan mampu menjadi pelopor dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan kondisi zaman. Realitas ikatan yang terjadi sekarang berbicara lain, ternyata tidak banyak IMMawati yang sadar akan perannya di IMM tersebut. Masih ada beberapa diantara mereka yang bimbang dan tak menemukan dunianya dalam berproses dengan IMM. Hal ini merupakan permasalahan besar bagi ikatan, karena jika dilihat sangat kontradiksi dengan kuantitas IMMawati yang lebih banyak dari pada IMMawan pada hari ini. Itu artinya, seharusnya IMMawati juga memiliki peluang besar untuk berada di level pimpinan dalam struktur IMM. Selain itu, seharusnya dengan jumlah IMMawati yang banyak ini mampu memperkokoh barisan bagi kader untuk melebarkan sayap dalam menjalankan misi dakwah. IMMawati juga mempunyai tugas besar dalam membawa perubahan bagi lingkungannya baik dari segi akhlak maupun intelektualitasnya, serta menumbuhkan jiwa humanitasnya dalam mengajak, memberi, dan menampilkan sesuatu pada kebaikan. Maka dari itu, sikap sadar akan adanya kesetaraan gender harus tertanam dalam diri seorang IMMawati dalam berproses di IMM. Hal ini berguna agar adanya upaya dalam membangun kesadaran IMMawati agar lebih meningkatkan kontribusinya bersama IMM, dan tidak bersikap apatis terhadap pentingnya peran perempuan juga dalam tubuh ikatan. Tidak melulu berbicara tentang IMMawan, namun IMMawati pun mampu mewujudkan apa yang menjadi arah gerak IMM dalam mewujudkan cita-cita Muhammadiyah. Kesadaran yang dibangun ini nantinya bukan untuk membuat sekat antara IMMawan dan IMMawati, melainkan untuk menimbulkan sinergitas antar keduanya tentunya dengan konsep pemahaman gender yang sesuai dalam bingkai ajaran Islam. Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam datam rangka melaksanakan tujuan Muhammadiyah. Maka dari itu, IMMawati senantiasa diandalkan untuk bersama IMMawan membentuk akademisi Islam yang tangguh dan amanah agar selalu dapat menyampaikan tujuan Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan aktifitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan. Harapannya agar IMMawati tidak hanya mengedepankan dominasi perasaannya, karena IMMawati juga memiliki peran besar dalam memikirkan langkah apa yang mesti ditempuh selanjutnya dalam IMM. Sehingga perlunya pemikiran-pemikiran revolusioner yang dimunculkan oleh para IMMawati untuk kemajuan IMM. Bahkan di masa yang modern saat ini, maka perempuan sudah tidak bisa dikatakan tertinggal, malah lebih maju walaupun tetap hanya sekitar 40% perempuan pekerja dan sisanya masih menjadi ibu rumah tangga. Hal ini karena masih banyaknya yang menganggap stigma bahwa perempuan seharusnya di rumah menjadi ibu rumah tangga yang baik, dan karena stigma itulah para kader IMMawati di seluruh Indonesia harus dapat meyakinkan bahwa perempuan tidak terputus akan harapan, akan tetapi perempuan mempunyai pergerakan untuk selalu menyebarkan kebaikan bersama Islam. Oleh karenanya, untuk mencapai itu semua yang telah dipaparkan di atas, perlunya penguatan dan dukungan yang besar dari setiap elemen yang ada didalam IMM baik dukungan secara moral, materil maupun gagasan agar apa yang telah diwacanakan bisa terimplementasikan secara maksimal.

Daftar Pustaka 

Abdillah, Ridlo. 2017. Menggugat Mahasiswa Catatan Aktivis Merah. Bandung: Kolom Raya & DPD IMM Jawa Barat. Kusumah, Indra. 2007. Risahlah Pergerakan Mahasiswa. Bandung: Indydec Press. 

Warsidi, Edi. 2007. Meneladani Kepahlawanan Kaum Wanita. Bogor: Yudhistira Ghalia Indonesia. 

Prasetyo, Eko. 2015. Bangkitnya Gerakan Mahasiswa. Malang: Intrans Publishing. Muhammad, KH. 

Husein. 2016. Perempuan, Islam & negara: pergulatan identitas dan entitas. Yogyakarta: Qalam.

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...