Kamis, September 07, 2023

Mari Bersama Kita Mengupas

Bedah Buku MOMUKOW

Oleh Asyifa Azdkiah Haqiqi (Ketua Bidang IMMawati)


    Buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" karya Nawal El Saadawi adalah salah satu karya yang sangat berpengaruh dalam literatur feminis dan pembelaan hak-hak perempuan. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1975 dan segera menjadi karya penting dalam perdebatan seputar peran perempuan dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh norma-norma patriarki. Sejarah buku ini sangat terkait dengan latar belakang dan pengalaman Nawal El Saadawi sendiri. Nawal El Saadawi lahir pada tahun 1931 di desa Kafr Tahla di Mesir. Ia adalah seorang dokter dan seorang penulis yang memiliki pengalaman unik dalam melihat dampak budaya patriarki pada perempuan dari berbagai lapisan masyarakat. Saadawi, selama bertahun-tahun bekerja sebagai dokter di berbagai tempat di Mesir, menyaksikan dampak negatif praktik sunat perempuan dan ketidaksetaraan gender dalam masyarakatnya.

    Pengalaman ini menginspirasi Saadawi untuk mengeksplorasi lebih dalam dan mengekspos masalah-masalah yang dihadapi perempuan di dunia Arab dan lebih luas lagi dalam budaya patriarki. Dia juga berusaha untuk mengekspos bagaimana agama, budaya, dan sistem sosial masyarakat Mesir berkontribusi pada ketidaksetaraan gender. Ketika buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" diterbitkan pada tahun 1975, konteksnya sangat penting. Ini adalah periode ketika gerakan feminis mulai berkembang di seluruh dunia, termasuk di dunia Arab. Buku ini menjadi salah satu karya yang ikut memicu dan mendukung gerakan feminis di wilayah tersebut. Saadawi dengan tegas menghadapkan budaya patriarki yang masih dominan di masyarakatnya dan memberikan suara kepada perempuan yang telah lama terpinggirkan.

    Buku ini juga mendapatkan perhatian internasional dan mendukung perdebatan global tentang hak-hak perempuan. Namun, popularitasnya tidak hanya mendatangkan pujian; Saadawi juga menghadapi kontroversi dan ancaman karena pandangan-pandangannya yang kontroversial. Selama beberapa dekade setelah penerbitan buku ini, Nawal El Saadawi tetap aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, hak asasi manusia, dan kesetaraan gender. Dia adalah suara penting dalam diskusi global tentang isu-isu ini. Sayangnya, Nawal El Saadawi meninggal pada Maret 2021, tetapi warisannya dan kontribusinya dalam mendukung hak-hak perempuan dan mengkritik budaya patriarki tetap relevan hingga hari ini. Buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" terus menjadi bahan bacaan penting dalam studi feminis dan merupakan bagian penting dari warisan Saadawi yang tak terlupakan.

Judul buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" karya Nawal El Saadawi merangkum isu-isu yang mendalam dan kompleks seputar peran perempuan dalam masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh norma-norma patriarki. Nawal El Saadawi, seorang penulis, aktivis, dan dokter asal Mesir, menjelajahi tema-tema ini dengan pandangan yang tajam dan kritikal melalui pengalaman pribadi dan pengamatan yang mendalam.

    Buku ini adalah sebuah karya yang kuat dan provokatif, yang menggambarkan perjuangan perempuan dalam menghadapi norma-norma sosial yang mendiskriminasi dan membatasi mereka. Melalui berbagai analisis, Nawal El Saadawi membongkar akar penyebab ketidaksetaraan gender dan ketidakadilan dalam berbagai aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Salah satu aspek penting yang diangkat dalam buku ini adalah peran agama dalam memperkuat budaya patriarki. El Saadawi membahas bagaimana interpretasi agama yang patriarkis telah digunakan untuk membenarkan dominasi laki-laki atas perempuan, serta bagaimana pemahaman agama yang lebih luas dan inklusif dapat membantu memerangi ketidaksetaraan gender.

    Selain itu, Nawal El Saadawi juga menggambarkan pengaruh media massa dan sastra dalam membentuk persepsi masyarakat tentang perempuan. Ia mengkritisi representasi perempuan dalam media yang sering kali menghormati norma-norma patriarki dan menggambarkan perempuan sebagai objek seksual atau sebagai makhluk yang lemah. Pentingnya pendidikan bagi perempuan juga menjadi perhatian dalam buku ini. El Saadawi menyoroti bagaimana pendidikan yang berkualitas dapat memberikan perempuan kekuatan untuk membebaskan diri dari peran yang ditetapkan oleh masyarakat patriarki dan memberi mereka alat untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial dan politik.

    Selain itu, buku ini juga menggambarkan pengalaman perempuan dalam keluarga dan hubungan antar-individu. El Saadawi membahas masalah pernikahan, kekerasan dalam rumah tangga, dan bagaimana perempuan sering kali dipandang sebagai harta milik atau objek yang harus dikendalikan oleh laki-laki.

    Tidak hanya menggambarkan masalah-masalah ini, tetapi Nawal El Saadawi juga menawarkan solusi dan pandangan optimis tentang perubahan yang mungkin terjadi dalam budaya patriarki. Ia mendorong perempuan untuk mengambil peran aktif dalam perjuangan mereka untuk kesetaraan, serta menekankan pentingnya kesadaran dan pendidikan untuk mengubah persepsi sosial tentang perempuan. Secara keseluruhan, buku "Perempuan dalam Budaya Patriarki" karya Nawal El Saadawi adalah sebuah karya yang penting dan relevan, yang membuka pintu untuk diskusi dan refleksi tentang peran perempuan dalam masyarakat yang masih dipengaruhi oleh norma-norma patriarki. Buku ini memberikan suara kepada perempuan dan memotivasi pembaca untuk berpikir kritis tentang isu-isu gender dan budaya dalam masyarakat mereka sendiri, serta mendorong perubahan yang lebih adil dan inklusif.

Minggu, September 03, 2023

Resensi Buku Bejudul "Almond" Karya Sohn Won-pyung

Oleh Yutiara Lestari (Ketua Bidang RPK)


Identitas Buku

    Judul Buku: Almond

    Nama Penerbit: PT. Grasindo

    Tahun Penerbitan: 2019

    Nama Pengarang: Sohn Won-pyung

    Tebal Buku: 236

Ringkasan Cerita

    "Buku Almond" karya Sohn Won-Pyung adalah sebuah novel yang mengisahkan perjalanan seorang remaja laki-laki bernama Yunjae yang mengidap penyakit kejiwaan yang disebut Alexithymia. Penyakit ini membuatnya kesulitan mengungkapkan emosi dan juga merasakannya dengan benar. Kisah ini dimulai dengan masa kecil Yunjae yang berbeda dari anak-anak lain, di mana ia tidak bisa merasakan atau mengekspresikan emosi dengan baik. Ibunya sangat khawatir dengan kondisi Yunjae dan mencoba berbagai cara untuk membantunya mengatasi masalahnya.

    Namun, kehidupan Yunjae menjadi semakin rumit ketika neneknya tewas dalam sebuah insiden pembunuhan oleh orang tidak dikenal dan hal tersebut membuat ibunya tak sadarkan diri sejak kejadian itu. Yunjae terpaksa hidup sendiri dan mencoba beradaptasi dengan kehidupan barunya. Ia membuka toko buku dengan koleksi buku ibunya dan menjalani kehidupan sekolahnya dengan cemoohan dan rumor negatif tentang dirinya yang terus mengelilingi. Dengan ibunya yang terbaring koma di rumah sakit, wali Yunjae sementara ialah pria paruh baya yang akrab disapa Prof. Shim, ia merupakan penjual roti di lantai, diatas toko buku Yoonjae.

    Suatu hari, seorang pria tua yang mencari bantuan mendekati Yunjae. Pria itu meminta Yunjae untuk berperan sebagai anaknya yang hilang selama 13 tahun di depan istrinya yang kritis. Ini memulai hubungan Yunjae dengan Gon, seorang anak yang memiliki masalah perilaku dan bersikap kasar. Meskipun awalnya hubungan mereka penuh dengan konflik, mereka akhirnya menjadi teman dan saling memahami satu sama lain.

    Yunjae juga bertemu dengan Dora, seorang gadis yang tampaknya tidak merespon emosi atau situasi dengan cara yang biasa. Namun, Dora memiliki dampak yang kuat pada Yunjae dan membantunya memahami lebih banyak tentang dirinya sendiri dan emosi manusia.

    Kisah ini terus berkembang dengan peristiwa-peristiwa dramatis, termasuk perburuan untuk menemukan siapa yang mencuri uang di sekolah dan peristiwa berbahaya yang melibatkan Gon, Yunjae, dan seorang pria bernama Cheolsa. Semua peristiwa ini mengubah hidup Yunjae dan mengajarkan padanya tentang empati, persahabatan, dan kemampuan manusia untuk merasakan emosi.

    Novel ini menggambarkan perkembangan karakter Yunjae dari seorang remaja yang terisolasi dan tidak mampu merasakan emosi menjadi seseorang yang lebih terbuka terhadap dunia dan mampu memahami perasaan orang lain. Novel juga menyoroti konsep empati dan pentingnya merasakan emosi dalam kehidupan manusia

Kelebihan

    Alur ceritanya membuat kita benar-benar memahami bagaimana Yoonjae tumbuh untuk merasakan, memahami, mengenali, dan mengekspresikan perasaan. Penggambaran cerita yang diambil dari sudut pandang Yoonjae yang merupakan penderita alexithymia, tetap bisa memberi kesan yang penuh emosi yang tokoh utama sendiri tidak bisa rasakan. Meski bercerita mengenai kondisi yang hubungannya dengan biopsikologi, author novel ini menuliskan penjelasan melalui hidup Yoonjae dengan cara yang membuat pembaca mudah paham dan menambah wawasan baru pembaca. Selain itu Novel ini juga menceritakan hubungan antar manusia yang kompleks indah, salah satunya dengan Gon yang juga mempelajari perasaan melalui Yoonjae dan sebaliknya. Terakhir cerita yang dibawakan dalam novel ini mengandung banyak pembelajaran.

Kekurangan

    Pada bagian-bagian tertentu, cerita disampaikan terlalu panjang sehingga membuat pembaca membutuhkan waktu untuk memahami, beberapa jalan cerita mudah ditebak, tema yang diangkat cukup berat untuk pembaca yang mencari hiburan yang lebih ringan, buku ini juga tidak sesuai untuk semua usia karena terdapat adegan-adegan kekerasan dan pembunuhan. Ceritanya cukup lambat karena memang sangat berfokus pada perkembangan tokoh utama jika dibandingkan dengan plot cerita yang cepat yang mungkin membuat pembaca tidak sabar untuk mengikuti seluruh cerita.

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...