Sabtu, Mei 03, 2014
Hari Pendidikan Nasional, Semoga Semuanya Terdidik
Masih adakah yang tidak menyadari bahwa hari ini, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS)? Mungkin saja :)
Bisa jadi ada yang bertanya, mengapa 2 Mei ditetapkan sebagai HARDIKNAS? Berdasarkan data yang penulis ambil dari situs Wikipedia, Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei yang bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, seorang pahlawan nasional Indonesia. Sosok ini pada akhirnya juga diusung sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Mengapa ia yang dikukuhkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia? Karena keberaniannya dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi rakyat Indonesia, dan berani menentang peraturan dari Hindia Belanda yang ketika itu hanya memperbolehkan rakyat Belanda serta yang kaya raya saja yang boleh menikmati bangku sekolah.
Berangkat dari sejarah inilah Ki Hadjar Dewantara resmi ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
Hari ini, Jumat (2/5) kembali seluruh rakyat Indonesia memperingati HARDIKNAS. Hari kebanggaan bagi seluruh para penikmat pendidikan. Lalu apakah masih ada yang masih belum memahami benar tentang nikmatnya mengenyam sebuah pendidikan?.
Kita semua tentu sepakat bahwa ilmu dan pengetahuan adalah modal dasar semua individu untuk menjalani setiap titian hidup.
Bagi yang beruntung menikmati pendidikan melalui sekolah formal pasti bisa cerita betapa menyenangkannya bermain dan berlari-lari di Taman Kanak-kanak. Lalu terasa asik saat bergurau bersama teman ketika duduk di Sekolah Dasar. Masa-masa SMP dan SMA juga bisa dikatakan masa-masa paling indah yang tidak mudah dilupakan begitu saja. Hingga masuk ke masa–masa di Perguruan Tinggi, jelas ini adalahmoment penguatan kepribadian seseorang, karena tidak sedikit yang mengambil keputusannya disini untuk menentukan profesi dalam hidupnya.
Lalu bagaimana dengan perhatian kita terhadap saudara-saudara lainnya yang tidak seberuntung kita? Tidak beruntung merasakan indahnya masa-masa sekolah itu.
Anak jalanan yang hidupnya pas-pasan, hari-harinya diisi dengan bermain dipinggir jalan, apakah mereka mengerti makna besar arti sebuah pendidikan? Dan bukankah mimpi mereka juga sama dengan anak-anak lainnya yang sangat ingin belajar di sekolah?
Berbicara mengenai pendidikan dalam konteks sebuah sekolah, benar saja masih banyak tunas-tunas bangsa Indonesia yang hingga saat ini belum beruntung untuk menikmati senangnya mencari ilmu di sebuah sekolah.
Pendidikan memang bisa dilakukan dimana saja. Tidak harus selalu berbentuk ruang kelas, lengkap dengan kursi dan meja serta seorang guru berseragam. Menurut saya ini hanya masalah keberuntungan saja. Esensi ilmu, pengetahuan ataupun wawasan tetap bisa dialirkan dengan tanpa mengurangi sedikitpun makna dan isinya.
Bentuk lain pendidikan formal yang marak saat ialah sitem belajar di rumah (home schooling). Generasi muda yang juga memiliki kesibukan lain, banyak yang memilih jalur pendidikan seperti ini. Belajar di rumah dengan mendatangkan seorang guru dan dengan waktu yang lebih fleksibel. Semua ilmu yang dipelajari sama, karena ilmu bisa didapatkan dengan berbagai cara.
Kembali ke saudara-saudara kita yang hidup di pinggir jalan. Bagaimana nasib hak pendidikan mereka? Setiap hari menghabiskan waktu di jalanan, tidak sedikit yang hari-harinya itu adalah dimaksimalkan untuk membantu orang tua mereka mencari nafkah. Lalu bagaimana dengan penambahan ilmunya? Apakah mereka belajar? Apakah mereka paham matematika? Mengerti bahasa inggris? Paham dengan wawasan nusantara?
Saat ini sudah banyak lembaga-lembaga kemanusiaan yang menyelenggarakan pendidikan informal bagi anak-anak yang kurang beruntung tersebut. Disini terlihat masih banyak putra negara yang memiliki rasa kemanusiaan yang besar dan perhatian yang amat baik bagi sesama. Betapa semangatnya relawan-relawan tersebut untuk berbagi kepada yang kurang beruntung agar mendapatkan hak yang sama dalam bidang pendidikan.
Mereka diajarkan membaca, menulis dan ilmu-ilmu lainnya. Semangat berbagi yang luar biasa benar ada dalam diri pengejar lepas tersebut. Lalu bagaimana dengan semangat belajar generasi emas yang menjadi objek perhatian itu? Ada yang antusias menerima, atau mungkin ada yang acuh tak acuh dan menganggap belajar itu membosankan. Bisa jadi karena mereka telah terlalu lama asik dengan dunianya sendiri, sehingga lupa dengan pentingnya pendidikan.
Disinilah tugas kita sebagai individu yang bisa dikatakan lebih beruntung dan tau lebih dulu atas berbagai ilmu pengetahuan. Sesungguhnya sebuah tugas berat telah tertumpu di bahu. Kita wajib membangun sesama rakyat Indonesia melalui prosesi berbagi ilmu. Semoga tergerak hati kita untuk terus berbagi ilmu kepada siapapun, terutama bagi yang kurang beruntung.
Berbagi, belajar dan mengenyam pendidikan sejatinya tidak harus melulu soal ilmu pasti. Tapi juga pembelajaran moral wajib dipahami.
Tentang bagaimana hidup dengan ilmu sosialisasi yang baik, ilmu agama, ilmu bertetangga, hingga memahami apa dan bagaimana tentang sebuah kota yang menjadi tempat hidup kita. Karena bukan tidak mungkin suatu saat nanti generasi emas inilah yang akan menjadi pemimpin terbaik bagi desa, kota, negara atau bahkan dunia.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Ayo berbagi llmu kepada siapa saja dan kapan saja!
http://edukasi.kompasiana.com/2014/05/02/hari-pendidikan-nasional-semoga-semuanya-terdidik-650702.html
(dnu, 2 Mei 2014, 09.58)
Pentingnya Pendidikan untuk Perempuan
Islam
sangat concern terhadap pendidikan melalui Al-Quran serta hadits yang mendukung
prinsip long life learning for all. Rasulullah SAW bersumpah “Demi Allah
seandainya aku tidak dapat menambah ilmu sehari saja, maka lebih baik aku tidak
melihat matahari saat itu”.
Keberhasilan
bangsa Indonesia dalam pendidikan masih jauh dari harapan, apalagi teruntuk
bagi perempuan, bagaimanakan kondisi saat ini, padahal peran perempuan sangat
penting dan membawa dampak besar bagi keluarganya untuk pembangunan karakter,
namun berbagai kasus kekerasan terhadap
perempuan, seperti pelecehan seksual, KDRT, diskriminatif masih kerap mewarnai
kehidupan kita dan terkesan dibiarkan begitu saja. Berdasarkan data yang diterima
dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tercatat sejak 2010
sampai 2011 kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) selalu naik secara
signifikan dan perlahan telah menjadi budaya tersendiri di negeri ini.
Sementara di tahun 2012 laporan mengenai kekerasan terhadap perempuan
semakin bertambah di tiap bulannya hingga di tahun 2014 ini tidak hanya kaum
perempuan tapi hingga anak –anak pun menjadi korban pelecehan seksual. Banyak
faktor yang mendasari kasus-kasus di atas, diantaranya yaitu karena faktor
ekonomi yang menghimpit suatu keluarga dan pada akhirnya perempuanlah
yang menjadi sasaran luapan amarah para ‘penjahat wanita’. Selain itu, adanya
penanaman konsep berpikir di sebagian masyarakat yang menganggap perempuan
adalah makhluk kedua yang selalu dinomorduakan posisinya dalam kehidupan
membuat posisi perempuan semakin kurang diperhatikan. Bahkan dengan
adanya sebutan kultural "kanca wingking" yang berkonotasi
perempuan secara tidak langsung telah menempatkan laki-laki di garis
terdepan dan menduduki posisi superior. Sedangkan, perempuan senantiasa menjadi
sosok yang terdominasi dan tersubordinasi. Sungguh ironis dan menjadi hal yang
sampai saat ini masih menjadi fenomena kuno dalam kehidupan kita.
Dalam dunia pendidikan kita saat ini
masih kerap juga adanya ketidakadilan gender. Banyak anak perempuan usia
sekolah yang tak bisa lagi mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini
disebabkan karena pengaruh cara pandang patriarkis dari orang tua mereka. Orang
tua anak-anak perempuan usia sekolah dari keluarga miskin menganggap anak
perempuan mereka tidak pantas untuk melanjutkan sekolah. Lebih baik langsung
dinikahkan atau didorong bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh
informal, semisal sebagai buruh pabrik, penjahit di pabrik, pemilah plastic dan
banyak pekerjaan lain yang karena keterbatasan pendidikan bagi kaum perempuan
sehingga memaksa melakukan beban ganda dengan pekerjaan seadanya dan upah yang
berada dibawah rata-rata. Kurangnya pengetahuan dan asupan informasi
membuat sebagian orang tua di sekitar kita masih menganut paham tersebut.
Berbeda halnya dengan anak laki-laki yang mendapat tempat istimewa baik segi
pendidikan maupun kedudukan. Hal tersebut menyulut adanya ketimpangan antara
budaya dan realita yang ada, namun saat ini bukan zamannya lagi bahwa hanya
laki-laki yang boleh menuntut ilmu terlebih lagi bahwa menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin maupun muslimat.
Entah pada akhirnya seorang perempun itu berkarir atau hanya menjadi ibu
rumah tangga tetapi perempuan wajib menuntut pendidikan setinggi tingginya
karena perempuan yang hebat akan melahirkan anak yang hebat pula, kita ktahui
bersama hingga saat ini jumlah perempuan yang buta huruf mencapai dua per tiga
(2/3) jumlah keseluruhan penduduk di dunia. Setidaknya mulai sekarang mari kita
dukung pendidikan yang terbaik untuk perempuan.
penulis : Khoirun Nisa’
Langganan:
Postingan (Atom)
Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...
-
Forum Kader Online #1 Forum kader(Forkad) online merupakan program follow up dari Bidang Kader setelah dilaksanakannya DAD PK IMM ...
-
Peran IMMawati dalam Gerakan Mahasiswa Faiza Shabiya Kofala (Kader PK IMM Al-Ghozali) A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang sa...