Jumat, Februari 26, 2021

PENENTU KESAN DALAM WAKTU


        "Kurasa tidak buruk jika aku menyiapkan kejutan menggunakan tali dan kursi dengan sengaja agar mereka merasa bersalah. Emm, bukan. Agar setidaknya mereka sadar tentang apa itu kata derita. Naik saja ke kursi itu, paling-paling tidak sesakit perasaanku."

                                     

Pagi hari yang selalu kulewati seperti biasa, meminum segelas susu hangat dan sarapan seorang diri. Berpamitan dengan orangtua yang melakukan kegiatannya masing-masing seperti pagi biasanya. Mereka selalu mempersiapkan kemeja kerja, map yang berisi berbagai laporan hasil kerja, dan meminta asisten rumah tangga untuk mempersiapkan kendaraan untuk mengantarkan mereka ke kantor. Hari saat ada pertemuan penting, mereka menggunakan dua mobil yang berbeda. Aku selalu diantar seorang sopir  menggunakan mobil dan aku sudah terbiasa merasakan hukuman siswa SMP yang terlambat dengan alasan yang selalu sama, jalanan yang ramai dan macet. Untuk itu, aku memutuskan untuk membawa motor sendiri sejak masuk SMA tahun ini. Aku ingin menjadi seorang anggota marching band disini. Aku ingin mewujudkan mimpiku untuk menjadi seorang marching band player yang sebenarnya, hidup bahagia dengan waktuku yang kudedikasikan pada alunan musik khas dari berbagai instrumen dan mendalaminya. Aku dulu pernah tergabung dalam drum band SMP, dengan kelihaianku sebagai melody high brass player. Tiupan khas yang harus dimiliki oleh melody high-brass player dengan nada tinggi dan bermain sesuai tempo dengan rapi. Sudah pernah menjalani kurang lebih 2 tahun bermain terompet, aku merasa ingin melakukan hal lain dalam marching band atau drumband sekolah baruku ini. 

Sekolahku memiliki pamor yang luar biasa baik di kota ini, aku berusaha bergaul dengan caraku yang komunikatif dengan pendekatan secara perlahan dan tidak berlebihan dihadapan teman teman baruku. Aku berharap banyak saat masuk di kelas baruku ini yang memiliki berbagai karakter siswa, semoga aku dapat bergaul dengan baik dan membangun pertemanan dengan mereka. Mulai dari seorang mantan drum majorette disuatu marching band SMP, pemain basket, hingga seorang yang memiliki hobi otomotif bahkan menjadi pembalap saat melepas status siswa di luar sekolah. Baiklah, aku tidak mendapat kesan baik saat perkenalan di kelas baruku ini. Aku hanya mendapat senyuman sinis dari segerombol siswa yang duduk di pojok kelas sambil berbisik satu sama lain. Banyak yang tidak memperhatikanku saat perkenalan itu, bahkan hari itu aku belum mendapatkan teman sebangku. Itu mungkin karena mereka menganggap perkenalan itu tidak terlalu penting dan membosankan. Aku mencoba bergaul kembali, tapi hanya sedikit respon yang aku dapatkan. Suasana yang sama masih mendominasi hingga saat saat menunggu pulang sekolah. Semoga aku benar, mereka hanya letih menghadapi hari pertama sekolah setelah selama ini meninggalkan dunia sekolah beberapa minggu. 

Untuk setahun terakhir menghadapi teman satu kelasku kali ini, aku masih bisa menahannya. Aku masih bisa bersabar dengan beberapa teman laki-lakiku yang selalu protes saat aku bergabung dalam kelompok belajarnya, yang pada akhirnya aku boleh bergabung dengan syarat aku yang menyelesaikan seluruh kegiatan pembelajaran, termasuk tugas kelompok dan tugas individu mereka. Aku merasa mereka sangat membutuhkanku dalam kelas ini. Mereka meminta sedikit waktuku untuk membantu menyelesaikan pekerjaan dalam buku tugasnya dengan tulisanku. Tidak hanya itu, aku sering kehilangan kamus bahasa jerman yang kubawa, dan selalu mendapatkan tertawaan saat aku dihukum oleh guru bahasa jerman. Entah apapun hukuman itu, berupa bernyanyi, keluar kelas, atau hukuman lainnya. Dan setelah hukuman terselesaikan, mereka berhenti tertawa dan ada yang memberikan beberapa lembar dari kamus bahasa jermanku. Ternyata mereka menemukan beberapa sobekan kamusku yang hilang. Terkadang aku melihat asap yang mengepul di sebelah jendela luar kelas, bersamaan dengan hilangnya beberapa bukuku. Tapi aku berusaha tidak beranggapan negatif atas semua itu, mungkin mereka hanya ingin menguji kesabaranku apabila memang benar asap itu adalah hasil pembakaran bukuku yang sengaja mereka ambil, atau aku menjatuhkannya dan mereka menganggap buku itu memang sengaja kubuang sehingga mereka membakarnya. Dalam beberapa projek individu berupa kerajinan tangan, aku selalu mendapatkan nilai yang terbaik dalam data guru. Namun aku selalu lalai dalam merawatnya, dalam berbagai projek aku sering melihat hasil karyaku hancur. Aku pura-pura bingung mengapa hal itu bisa terjadi, sebenarnya aku tahu bagaimana kajadiannya.

Aku ingin ada harapan yang kuharapkan lebih baik di tahun ajaran baru ini. Sepertinya, aku akan mendapatkan arti teman yang sebenarnya. Sebagai seorang siswa, seorang pelajar laki-laki, dengan sangat mudah aku berkomunikasi dengan teman perempuan, ini sangat berbanding terbalik dengan almarhum saudara kembarku. Sudahlah, untuk apa aku mengingatnya lagi? Aku mulai banyak mengenal orang lain, dengan karakternya masing-masing, serta bagaimana upayaku untuk bisa berkomunikasi dengan baik sesuai dengan karakteristiknya. Dari mulai seseorang yang emosional, seseorang yang sulit diajak bercanda, hingga seseorang yang memiliki pemikiran berkelas tinggi. Namun apalah daya, aku hanya bisa mengenal mereka dan bahkan mereka tidak memberi tanda bahwa aku dikenal. Mereka seperti tidak merasakan kehadiranku. Adakah yang salah dariku? Aku masih merasa sulit untuk berhadapan dengan siswa lainnya. Bukannya aku takut atau minder, aku merasa sengaja dijauhi untuk beberapa alasan yang mereka buat. Aku selalu berpakaian rapi, aku juga seperti mereka, bersekolah dengan tas hitam, sepatu hitam, serta tidak memiliki kotak pensil. Aku siswa yang sewajarnya. Apakah aku berbeda? Haruskah aku menjadi orang lain untuk bisa hidup normal dan dikenal dengan baik? Apakah seorang siswa sepertiku adalah orang yang tidak patut untuk hidup?

Aku ingat, aku harus semangat dengan lingkunganku yang cukup mendukungku untuk bertahan sebagai diriku sendiri.  Aku adalah seorang colour guard player yang baru setahun tergabung di marching band sekolah ini. Memang tidak sewajarnya seorang laki-laki menjadi CG player, tapi aku merasa percaya diri. Suatu kebanggaan tersendiri dapat bermain bendera dengan alunan musik marching band saat aku SMA. Hal itu entah bisa atau tidak kubanggakan di sekolah ini. Aku memiliki impian untuk menjadi marching band player yang sebenarnya. Sepertinya seluruh anggota marching band kagum atas kelihaianku dan seorang siswa baru dari SMP Semesta Semarang yang bisa memainkan rifle serta bendera diantara colour guard player yang lain. Tentu saja, hanya dua laki-laki yang mampu dan bersedia bermain dengan bendera dalam genggaman tangan. Sepuluh orang lainnya adalah siswi-siswi yang merupakan anak baru dengan kata lain adik-adik kelasku. Bisa dikatakan aku tidak pernah absen dalam seluruh kegiatan latihan marching band ini, kecuali pada minggu ini.

Beberapa waktu, aku hanya bisa terbaring dengan tumpukan selimut, remote TV, serta ponsel. Aku membaca pesan yang baru muncul dalam notifikasi layar ponselku, Tya bertanya tentang kabarku dan berlanjut pada percakapan via chat. Seorang pemain marching bell yang berpenampilan menarik dengan rambut panjang, bibir tipis, serta gigi taring unik yang memberi kesan manis diwajahnya itu memberi perhatian yang tidak biasa padaku sejak hari itu. sebenarnya aku sudah memiliki pandangan khusus padanya sejak lama, sejak salah satu adik kelas yang cantik menghancurkan harapanku karena sikapnya yang buruk sebagai seorang siswi ketua OSIS salah satu SMP ternama. Sekian lama aku behubungan dengannya, belum dalam iktan yang pasti, aku ingin memastikan sebenarnya apa yang dia perlakukan padaku selama ini. Aku akan menanyakan suatu hal besok, saat dia meminta aku menemuinya disamping ruang olahraga. 

Aku mempersiapkan tidak hanya susunan kata-kata. Aku mempersiapkan lebih dari tu. Mulai dari boneka, bunga, tas warna merah, sneaker hijau yang sudah lama dia inginkan, serta greentea cake yang dia suka telah aku siapkan. Aku tidak ingin harapanku hancur untuk yang keskian kalinya. Aku berharap ini akan berhasil. Dengan membawa kotak besar yang berisi banyak benda yang istimewa baginya, aku masih belum bisa merasa cukup untuk itu. 

Aku mulai melangkahkan kaki menuju tempat itu, tempat yang kita janjikan sebagai tempat untuk bertemu sepulang sekolah. Langkahku seketika terhenti dengan perasaan yang sulit digambarkan. Mataku tidak bisa fokus pada pemandangan yang tidak dapat diterima oleh isi kepalaku. Aku hanya tahu, seseorang yang mendekap Tya adalah pemain basket yang juga merupakan kakak kelasku saat ini. Setelah menghela napas panjang, aku berbalik arah – berlari menjauh dengan rasa sesal dan kecewa dengan meninggalkan sekotak hadiah untuknya. Hari ini terulang kembali, untuk yang kesekian kalinya aku dibuat kecewa oleh perempuan. Benar saja, dia adalah perempuan yang menghancurkan harapanku. Sia-sia waktu. Semua teman perempuan merasakan hal yang sama saat aku berinteraksi dengan mereka kecuali Tya. Aku merasa istimewa dibuatnya. Tapi sejak saat itu, aku mengerti perasaan semua perempuan adalah sama terhadapku. Mereka menganggapku teman. Mungkin aku harus menghancurkan perasaanku sendiri sebelum sederet perempuan menghancurkannya. Perasaanku sangat kacau, meninggalkan gerbang sekolah dengan pikiran yang sangat rumit. Aku menjalankan motorku dengan perlahan menuju rumah, aku harus mempersiapkan kata-kata untuk menyembunyikan sakit ini saat aku di rumah nanti.

Aku masuk ke dalam rumah dengan salam yang sengaja aku kencangkan dengan senyuman palsu yang tergambar secara jelas pada raut mukaku. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga, dan seorang adik perempuanku yang mengidap post-traumatic stress disorder sejak saudara kembarku meninggal setahun yang lalu.                                            “Kak Rino, pacar kakak yang namanya Risty kok nggak pernah diajak main kesini lagi?”,                                       “Iya, kak Risty pergi sama temennya...”, jawabku hampir setiap hari saat mendapatkan pertanyaan itu atau sejenisnya. Rino adalah seorang yang baik hati, memiliki kesetiaan hati pada seorang perempuan cantik bernama Risty. Aku kagum dengan pribadinya yang sangat mudah bergaul dengan teman laki-laki sebayanya. Jauh berbeda denganku yang tidak diharapkan oleh orang yang aku anggap teman, yang aku anggap istimewa lebih dari teman, bahkan kehadiranku tidak pernah dianggap oleh adik kandungku sendiri. Aku harus memasang wajah yang senang dihadapan orangtuaku saat makan malam nanti. Aku yakin, untuk mempersiapkan HUT kemerdekan Indonesia pasti akan menguras waktu. Aku harus menjelaskan itu, berharap kedua orangtuaku akan bangga atau setidaknya mendukungku tanpa syarat. Tapi keyakinanku berkata itu sangatlah tidak mungkin. Jadi, aku harus bersiap menerima beberapa aturan yang harus aku terima. 

Keyakinanku ternyata benar adanya, Ayah memintaku untuk belajar mulai jam 8 malam sampai jam 1 dini hari setelah latihan marching band. Aku harus mengiyakannya, karena aku sudah berkomitmen untuk begabung dan untuk mendapat persetujuan Ayah, aku harus setuju atas segala perintah yang ada. Setelah beberapa hari menjalankan hidup dari sekolah, latihan, hingga belajar 5 jam di rumah, aku merasa sangat letih dan aku jatuh sakit. Dengan mata sayu, tangan lemas gemetar, serta keringat yang bercucuran dalam dinginnya udara AC kamarku saat belajar jam 11.48 malam, hanya Bibi Tamini  yang melihtku seperti itu. Dia memintaku untuk beristirahat saja. Saat Bibi Tam keluar dan menutup pintu kamarku, Ayahku melihatnya dan tentu saja dia dimarahi oleh Ayahku. Aku merasa bersalah dan keluar kamar untuk menjelaskan semuanya.                                                   “Dengar kata Ayah! Marching band itu nggak akan bikin kaya! Lihat tanganmu, lebam semuanya! Lebih baik kamu keluar dari kegiatan nggak berguna itu! Ayah nggak peduli, kalau kamu tetap mau ikut kelompok yang bikin kamu peyakitan seoerti ini, Ayah tambah jam belajar kamu lagi!”, bentak Ayah yang hanya kubalas dengan anggukan lalu kembali ke kamar tidur. Aku ingin impianku sebagai marching band player terwujud, aku hanya bisa mengatakan iya untuk itu. 

Aku masih saja bisa menjalani hidupku yang kuhabiskan dengan permintaan orang lain yang harus kuturuti. Tidak salah. Aku memang baru menyadarinya selama ini. Aku mulai frustasi atas keadaan hidupku ini. Tetap sabar ketika teman temanku memanfaatkanku, membakar buku dan kamusku, menghancurkan proyek karyaku, mengiyakan orang yang mengekangku, menjadi orang lain demi kenyamanan orang lain, serta membiarkan diriku tersakiti untuk kepuasan mereka. Aku harus putuskan. 

Mengapa aku bisa baru sadar setelah sekian lama? Apakah karena perbincanganku dengan seseorang waktu itu? Anggota paskibra yang melakukan latihan gabungan dengan marching band pada Sabtu sore yang terik itu. Aku menyadarinya, aku merasa lebih tenang beberapa menit berinteraksi dengannya, kalimatnya membuat aku tidak memikirkan waktu yang berjalan seperti biasa. Aku melupakan waktu belajarku, materi kimia, matematika, fisika, dan lain sebagainya. Aku melupakan waktu saat merasakan sakitku menghadapi beberapa perempuan yang pernah masuk dalam hidupku. Aku melupakan waktu saat aku harus berpura-pura menjadi orang lain. Meninggalkan kesan yang tidak biasa. Aku merasakan hal yang berbeda saat dia memberikanku sebotol minuman ringan itu. Saat dia bilang hatinya berdegup tak biasa, sebenarnya aku juga tapi kusembunyikan. Apakah ini normal? Bukankah aku sudah kehabisan cinta?  Aku harus segera melupakan kesan dalam waktu itu. Namun itu sangat sulit. Sulit untuk melupakan kesan yang membuat pemikiranku sadar sepenuhnya. Aku bertekad, aku hidup bukan dengan waktu mereka, aku hidup dengan waktuku. Aku tidak harus merasa sakit dengan menuruti mereka yang mengekang waktuku. 

Setiap akhir dari cerita dibuat sesuai harapan penulis, begitu juga dengan kehidupan manusia. Meskipun Tuhan memberikan takdir, setidaknya ada kalanya manusia dapat mengusahakan sesuatu. Saat ini aku harus putuskan. Apakah semua orang akan bahagia dengan kepedulianku terhadap urusan mereka? Mereka saja tidak peduli dengan waktuku sendiri?  Bahkan aku tidak yakin mereka menaruh perhatian atau setidaknya sekadar merasa ‘tidak enak’ jika aku merasa tidak nyaman. Ini artinya aku egois tapi bukan untukku. Tidak selamanya egois untuk diri sendiri itu buruk. Bukankah ini hidupku? Sakit hati? Jelas iya, jika ada sayatan mungkin kini saatnya menjahit luka dengan benang emas dan baja. Mulai saat ini aku akan memberikan kesempatan pada diriku, memilih yang mana yang akan memberi rasa nyaman.

    "Selama tidak ada harapan mengubah sifat orang lain, siapa lagi yang kamu harapkan selain dirimu sendiri? Jika kamu merasa waktumu digunakan orang lain, kemampuanmu diharapkan, pikirkan lagi, artinya kamu lebih berharga dari mereka, mereka tidak bisa berharap dengan diri mereka sendiri. Jangan buat hal itu jadi sesuatu yang membuatmu benci pada diri sendiri, karena itu tugas orang lain."


Keluarga Saat ini, dengan Ekstrimnya Keadaan




Kondisi saat ini merupakan keadaan ekstrim yang menimpa seluruh dunia, peran keluarga sangat berperan dalam menjalankan hidup nya bahkan harus bertahan di tengah wabah seperti ini. Dengan membangun kekompakan serta kebersamaan antar anggota keluarga. Keterbukaan diri satu sama lain sangatlah penting untuk mengetahui pengalaman yang di dapat selama melewati pandemi ini. Kekompakan antar keluarga, canda, tawa yang dapat mencairkan suasana sekitar mejadikan harmonis dan akan tumbuh kasih sayang. Semua itu perlu, dalam menjalankan kehidupan ini, terutama pada masa pandemi yang notabennya semua anggota keluarga berkumpul di rumah dari mulai ayah work from home, kaka kuliah daring bahkan adik-adik sekolah dari rumah yang perlu bantuan dari semua anggota keluarga di rumah. Rumah penuh warna dengan suasana gembira yang selalu di inginkan keluarga saat sedang bersama.

   Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru, dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak (Sujiono, 2009). Maka, kita sebagai orang tua harus bisa memberikan kesempatan dan ruang untuk anak-anak agar ia dapat mengeksplore luas sesuai dengan keinginan bahkan  dapat menunjukan bakat terpendam yang ia punyai, imajinasi si anak akan terus akan terus di tunjukan, kita sebagai orang tua berperan penting dalam itu untuk dapat mendampingi dan mengarahkan dalam tumbuh kembangnya, jika anak melakukan kesalahan orang tua harus bisa menjaga emosi kita beri selalu energi positif yang dapat memberikan sifat percayaan diri sejak dini  dan tidak mudah kecil hati bahkan minder atas omongan yang kita lontarkan sebagai orang tua.

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, bahwa semua manusia di Indonesia berhak mendapatkan dan di harapankan agar selalu berkembang untuk masa depan nya. Pendidikan tidak akan ada habis nya, pendidikan di mana proses pengembangan diri untuk dapat menyelesaikan masa hidup nya. Sehingga menjadi seseorang yang berpendidikan dan terdidik serta dapat berguna untuk nusa dan negara. Negara saat ini semakin maju, kita sebagai generasi penerus jangan pernah bermalas-malasan untuk menuntut ilmu, ilmu tidak hanya di bangku sekolah saja. Ilmu di manapun selalu dapat kita pelajari baik secara kasat mata atau pun dengan memaknai kehidupan saat ini. Pendidikan itu berlangsung seumur hidup, sehingga perananan keluarga sangatlah penting terutama orang tua. Orang tua mendidik anak-anak nya dengan penuh kasih sayang yang tidak akan ada habis nya dan terhitung nilai nya. Orang tua mengajarkan kita hal-hal yang baik misal nya, bagaimana kita bersikap sopan dan satun kepada orang lain, tata krama, menghormati anta sesama , arti berbagi kepada orang lain. Bahkan dalam hal beribadah kepada Allah SWT orang tua kita mengajarkan sejak dini tak pernah ada kata lelah untuk menjadikan anak yang baik dan taat kepada sang pencipta nya.

Sejak terjadi nya pandemi covid 19 ini, peran orang tua sangat padat dari mulai sibuk dengan pekerjaan bahkan dengan bisnis nya, para orang tua murid yang orang tua nya kerja di kantoran yang super sibuk pun bingung akan membagi waktu nya dengan anak agar bisa membimbing belajar anak- anak nya dari rumah. Mereka selalu melungangkan waktu nya kapan pun, dan bahkan pekerjaan rumah di hendel oleh orang lain atau yang sering di sebut dengan pembatu. Study from home, orang tua harus faham akan teknologi dari mulai materi yang di berikan lewat WA grup, kegiatan belajar di lakukan dengan zoom atau google meet, bahkan teknologi lain nya. Kenyataan nya, masih banyak orang tua yang awam hingga mengeluh akan hal itu, yang sering di sebut dengan gaptek (gagap teknologi) yang berarti tidak tahu menau tentang teknologi masa kini. 

 Peran orang tua menjadi sangat penting ketika anak mulai bersekolah di rumah. Karena orang tua atau keluarga pada dasarnya adalah tempat pendidikan yang pertama bagi anak. hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Mutiah, yang menyatakan bahwa mengasuh, membina, dan mendidik anak di rumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak (Mutiah, 2012). Orang tua bertugas membantu anak dalam mempersiapkan media yang akan digunakan anak, mendampingi proses belajarnya dan masih banyak lagi peran orang tua yang dapat memaksimalkan proses belajar mengajar di rumah melalui daring. Pendampingan belajar dari rumah selain membuat interkasi anatara anak dan orang tua jadi semakin dekat bahkan dapat memberikan pembelajaran dari berbagai benda-benda yang ada di sekitar yang dapat mudah di pahami oleh anak. Bahkan langsung di praktekan untuk jangka jauh si anak dan anak lambat laun akan lebih mandiri di rumah tanpa harus di beri bantuan oleh orang lain. 

Hubungan anak dengan ibu dari segi penelitian lebih dekat bahkan untuk masa pandemi saat ini dengan ada nya belajr dari rumah si anak belajar dengan ibu. Dan segala aktifitas anak lebih berat ke ibu dari mulai mengerjakan tugas, untui menyiapkan makanan, slt dan aktifitas lain nya anak lebih dekat dengan ibu. Jika dengan ayah anak kurang berinteraksi ada sebagian anak yang takut dengan ayah, karena takut dengan ayah yang mungkin kurang sabar dalam membimbing anak nya dalam belajar apa lagi dengan mengajarkan pelajaran di saat pandemi seperti ini. Dan ayah lebih mengajarkan edukasi secara langsung misal di luar rumah, sedang ke luar kota melihat pemamdangan ayah mengenalkan, sedang di wisata kebun binatang ayah mengenalkan dan lain sebagai nya. Dan dapat kita simpulkan peran ibu untuk anak sangat lah banyak dan sudah di singgung di atas yaitu al ummu madrasatul ula. Sebenar nya peran antar ayah dan ibu untuk buah hati seimbang antara satu sama lain akan tetapi itu semua kembali pada pola asuh yang ada di keluarga tersebut  bahkan pola komunikasi yang baik dan terbuka agar terjadi nya hubungan yang baik antara orang tua dan anak, terutama bagi pasangan suami istri tersebut.

Orang tua lebih mudah melakukan komunikasi saat membimbing belajar mengajar di rumah,  komunikasi yang efektif yang dapat orang tua lakukan ada dua yaitu, komunikasi verbal dan non verbal. Kita sebagai orang tua tau bahwa membangun pola komunikasi yang baik di keluarga sangat lah penting terutama pada anak dan juga komunikasi antara ayah dan ibu. Manfaat komunikasi sangatlah banyak, jika anak mereka dapat merasa di perhatikan, di beri kasih sayang, suporrt bahkan si anak akan terbuka jika mereka mempunyai kendala atau masalah yang di derita nya. Komunikasi untuk orang tua itu, mereka lebih mudah menerima ide, keinginan anak bahkan dapat memahami tumbuh kembang anak. Dalam pola komunikasi orang tua harus dapat memberikan sesuai dengan porsi anak nya, sesuai berikan pola komunikasi yang baik  pada anak di bawah umur remaja bahkan dewasa.

Konflik lain menurut adanya sistem pembelajaran secara online merupakan akses informasi yang terkendala sang frekuwensi yang mengakibatkan lambatnya pada mengakses fakta. Siswa terkadang tertinggal menggunakan warta dampak dari frekuwensi yang kurang memadai. Akibatnya mereka terlambat dalam mengumpulkan suatu tugas yang diberikan oleh guru. Kedisiplinan anak didik waktu belajar diharapkan sebagai kapital bagi mereka untuk disiplin menjalankan pembatasan sosial. Dengan begitu, mereka mendukung upaya pemerintah dalam memutus rantai penyebaran wabah virus corona yang mematikan. Terkait perkembangan era globalisasi saat ini, dimana SDGs digaungkan sebagai sistem pembangunan berkelanjutan, tidak secara menyentuh pengembangan sistem pendidikan jarak jauh menjadi rumusan yang di kembangkan secara luas di Indonesia. Hal ini secara prinsip dalam proses pelaksanaannya terkendala dengan Sumber Daya Manusia yang sangat minim di Negara Indonesia ini dalam pelaksanaan Pendidikan Pembelajaran, Pembinaan dan Pelaksanaan serta Pengelolaan yang dikhususkan dalam lingkup pengembangan di sektor pendidikan khususnya. (Taufik, 2019). 

Harapan orang tua bahkan semua orang di dunia  dengan keadaan ekstrim ini agar bumi kita cepat pulih seperti sedia kala dari pandemi bahkan bencana lain nya seperti banjir, gempa bahkan bencana lain yang sedang menimpa dunia ini agar cepat mereda. Kita dapat  melakukan aktifitas seperti sedia kala tanpa harus di atur dan sulit bergerak yang menjadikan terbatas. Untuk kota-kota yang terkena musibah saat ini semoga cepat surut banjirnya dan bencana lain nya cepat mereda dan cepat dapat respon siaga dari pemerintah baik mendapatkan bantuan pokok maupun lain nya. Kita sebagai umat muslim agar selalu patuh dan taat kepada Allah SWT dan menjadikan umat yaang selalu dekat dengan nya, karena dunia tidak sedang baik-baik saja.


Rabu, Februari 24, 2021

Salah Masuk Kandang



Oleh : Anggelooooo

Surakarta 

Selasa, 09 Februari 2021 (10.03 – 10.24 WIB)

Oiya sebelumnya perkenalkan namaku Anggeloooo ya kalia aja yang lupa, disini aku mau cerita pengalaman ku mengikuti pelatihan mubaligh mahasiswa muhammadiyah di Bboyolali kemarin 4-6 februari 2021.

Sebelumnya awal masuk mengikuti kegiatan itu dikarenakan ajakan teman yang sesama gabut gak punya kegiatan dan akhirnya kita asal coba daftar aja dulu kali aja lolos seleksi, dari Al-ghozali sendiri yang mendaftar ada 4 Immawati dan diawal daftar pula aku sama temenku yangs atu angkatan inscure gegara ohh paling kita gak bakal lolos seleksi tahap 2, eehhhh ternyata secara menakjubkan malah kita berdua yang lolos seleksi tahap 2.

Langsung masuk ke hari H saja ya, waktu awal pemberangkatan aku sendiir mengalami beberapa kendala di surat keterangan sehat yang rumit untuk bisa didapat, awalnya minta ke MMC UMS tapi tidak boleh karena tekanan darahnya terlalu tinggi dan akhirnya aku ditemani temenku mencari beberapa puskesmas tapi setiap puskesmas yang kita datangi sudah menutup pendaftaran pasien karena kita datang terlalu siang sekitar jam 10.00 WIB lebih, pada sat itu pula kami berdua bingung mau minta surat keterangan sehat kemana lagi, akhirnya kita minta saran ke penjual Thai Tea dan bapak Thai Tea itu mengarahkan unutk ke Assalam. Beberapa saat kemudian kita memberanikan diri untuk ke assalaam, Alhamdulillahnya bisa dimintai surat keterangan sehatnya tapi harus banyak sekitar Rp.30.000, tapi tidak semudah itu aku mendapatkan surat kesehatan dari assalam karena ada beberapa dokter yang mencoba mengajak bercanda tidak memberikan surat itu karena dari awal masuk daftar aku sudah tertawa terus dan dokternya bilang ‘’ saya tidak akan mengeluarkan suratnya hari ini langsung kalo kamu tidak berhenti tertawa ‘’ dan saat itu juga aku langsung spontan bingung dan menjoba untuk menhana tawa tapi ya begitu gak bisa berhenti tertawa. Tapi alhamdulillah dengan segala rayuan maut ala Anggeloooo akhirnya dokter itu memberikan surat keterangan sehat diwaktu itu juga.

Nah setelah itu kita berangkat bersama dari Pom bnesin pabelan dengan bermotoran sendiri-sendiri sampai tibanya di PDM boyolali kita diarahkan untuk masuk ke ruang pembukaan untuk mengumpulkan surat kesehatan itu dan kemudian diarahkan ke kamar masing-masing sambil menunggu pembukaan acara Pelatiham mubaligh mahasiswa muhammadiyah. Saat dimulainya materi awal smeua peserta itu terlihat pendiam, kalem dan sebagainya tapi saat udah mulai kenal satu sama lain mulai muncul lah sifat bobroknya yang asli, awalnya ku sendiri inscure mengikuti pelatihan itu karena aku berfikir pasti yang ikut itu orang alim-alim gak banyak kelakukan, eeehhh  ssstttttt tunggu dulu ternyata disana aku menemukan satu teman yang satu pemikiran bobroknya minta ampun gak ketulung, dari yang paling heboh, gak bisa diem sampai tik tok an.

Dari hari pertama sampai akhir kita bobrok bersama eehhh  sewaktu kita berdua menunjukkan kebobrokan kita mulailah satu persatu peserta menunjukkan kebobrokan mereka juga, ya gitu sihhh gimana sih orang bobrok ketemu orang bobrok ya jadinya kek orang gila nggak bisa diem apalagi kalo makannan dateng wwuuussstttttt langsung jadi beris terdepan bikin barisan makanan wwkwkwkwkwk. Udah tak singkat aja ya di hari terakhir tepatnya hari penutupan kita bersemangat sekeli langsung mandi ke ruang acara jam 8 pagi karena sudah tak sabar lagi buat pulang wkwkwk. Tapi disini kita berbuat ulah yang tak disangka sangka karena kita menunggu penutupan lama sekali sampai kita sendiri menjadi ikat pindang yang berbaris dengan rapi, tapi nggak tahu kenapa aku sendiri mendapat ilham buat foto bareng para barisan ciwi ciwi yang ngga ada akhlak smebari menunggu penutupan, dan akhirnya kita fotbareng pose sana pose sini dnegan gembira serasa gedung itu milik kita bersama,,., nah disini kita mulai bingung nih gimana caranya buat share foto barengnya ketemn yang lain snagat tidak mungkin kita kirim ke grup besar bareng panitia dan para ustadz malu sekali dong kita, dan akhirnya kita membuat grup sendiri dengan nama Papiculo dongggg karena terinspirasi sebelum makan pagi kita bergosip tik tok papiculo.

Sudah ah selesai capek nulis aku, kalo mau tau cerita lengkapnya bisa hubungi au aja nanti tak ceritain kebobrokan di Pelatiham mubalig mahasiswa muhammadiyah kemaren, dan juga sebenernya ada cerita so sweet  tapi gak tak tulis disini, jadi yang kepo bisa hubungi aku aja 

Sekian dan terimakasih.


Penguntit

 





Matahari sudah mulai condong ke barat tatkala ia membereskan beberapa keperluan. Setelah berpamitan sembari menyalami beberapa rekannya, ia beranjak. Berjalan dengan langkah yang tidak bisa dibilang bersemangat juga. Ada hal lain yang terus membuntutinya sampai ia terpaksa bergulat untuk memenangkan dirinya sendiri.

Manusia itu mendadak berbisik, menggelengkan kepalanya berkali-kali seolah itu merupakan salah satu ritual pengusir. “Pergi.”

“Kemana?” penguntit itu seolah tengah mengejeknya.

“Sejauh yang kamu bisa.”

Sayang sekali, nampaknya dia bebal –menutup pendengarannya rapat dan justru terus terkekeh di sepanjang jalan. Padahal tawa manusia itu sudah menghilang sedari tadi, terdesak oleh dia yang sedang menguasai alam pikirnya. Seandainya bisa, ia benar-benar ingin melenyapkan penguntit itu dari hadapannya saat ini juga. Namun, alih-alih menggertak dengan lantang atau menendangnya pergi, manusia itu justru hanya menghela napas kasar, melajukan langkahnya semakin cepat untuk sampai ke rumah.

Hari itu, mentari sudah meringkuk ke peraduan, digantikan rembulan setengah lingkar yang bersinar redup seolah sedang membumbui dramatisnya perjumpaan manusia dengan dirinya sendiri. Harapan bahwa sang parasit itu tidak mengikutinya hingga terjun ke alam mimpi, nampaknya hanya angan semata. Hingga malam semakin lengang, netranya masih terbuka lebar. Bergelut dengan sang parasit yang dengan santainya mengajak berbincang. Pillow talk, katanya.

“Mau sampai kapan kamu mau ikut terus seperti ini?” bisiknya. Tentu dengan wajah kesalnya yang kentara.

“Yah-” terdapat beberapa detik keheningan. “Sampai kamu benar-benar lupa masalahmu, ‘kan?”

“Iya, aku dah lupa sekarang.”

“Serius?” tawanya semakin lebar, menampakkan rupa kelam yang sialnya tercetak semakin jelas. “Tapi sampai sekarang kamu masih sibuk mikir, ‘gimana ya, aku kayanya nggak bisa’, ‘duh, dia mah lebih hebat. Masa aku yang mau maju, sih?’, ‘Nggak usah deh. ‘Kan udah ada dia yang lebih bisa dari aku’ Hello?! Beneran dah lupa nih?”

“Seriusan.” Ringisnya, berusaha menahan sesak yang seolah tengah menunggu untuk dihembuskan satu per satu. Entah dari kapan, gigitan kecil di ujung bibirnya sudah mengendur, menghasilkan isak kecil yang untungnya tak sampai membelah heningnya malam.

“Kamu punya kekuatanmu sendiri. Kenapa takut dibandingkan, coba? Kamu sebenernya nggak takut mencoba, kamu cuma takut gagal dan kalah untuk kesekian kalinya. Kamu nggak takut maju di keramaian, kamu hanya takut mereka berbicara yang enggak-enggak tentangmu. Setuju?”

Manusia itu tanpa sadar menahan napasnya. Mendengar baik-baik paparan sang penguntit yang entah mengapa tiba-tiba bisa menjadi bijak juga. “Kalau sudah mundur bahkan sebelum berperang, namanya pengecut. Sadar nggak situ? Gimana mau mengukur kemampuan kalau tes aja nggak dilewati? Sejatinya manusia itu pergi dari satu masalah ke masalah lainnya. Hadapi, jangan dihindari. Belajar dewasa, belajar menghargai proses. Ayo dong!” entah mengapa nada suaranya naik beberapa oktaf, benar-benar menambah sesak yang sedari tadi terus menumpuk.

“Mau mundur?!” semprotnya, mendapati wajah sang manusia yang sudah sembab bahkan mungkin sebelum percakapan ini dimulai. “Jangan cuman dipikir, nanti nggak akan selesai. Lakukan.” Tambahnya.

Hingga kalimat terakhir selesai terlontar, manusia itu akhirnya mengerjap beberapa kali. Sembari menarik napas dalam-dalam, ia tampak terperangah. Sesak yang terasa menyiksa itu tak sepenuhnya hadir. Beberapa sudah menguap entah kemana. Oh? Tidak ada siapapun di ruangannya. Tidak ada yang namanya penguntit. Tidak ada yang terus menerus membuatnya melekungkan bibir kebawah hari ini. Hanya ia, yang sibuk bergelut dengan ‘parasit’ yang sejatinya adalah pikirannya sendiri. Si insecurity dan Overthinking yang menemaninya sedari tadi. 


Senin, Februari 22, 2021

Cerita Diatas Kasur



 “.......”

Masih tidur

“.......”

Ini juga masih tidur

Bangun tidur rasanya malas sekali, mengusap kotoran dimata tapi masih belum bisa melek. Masih setengah sadar ku ganti posisi tidur, kasurnya hangat tapi udara pagi dingin. Bau di pagi hari memang segar namun apa bedanya dengan bau badan. Kaki kanan ku gatal ku garuk perlahan, “Hmmmmm...” lalu terlintas dalam pikiran ku “guling ku dimana ?” sambil berpetualang mengelilingi kasur. “ahhh tambah dingin” aku pun lupa selimut ku ntah dimana. Masih setengah sadar ku coba untuk membuka mata, namun apa daya tenaga masih belum ada. Lalu, “kringg kringg kringg...” sebut saja alarm hp. Berisik pagi pagi sudah bikin suara, lalu lu tantang bunyi itu dia yang diam atau aku yang tidur. Sayang seribu rupiah bunyi terlalu kuat, aku menyerah. Dengan berat tangan ku cari HP ku, “dasar hp sialan” benakku. Ternyata aku bangun sebelum dibangunkan hp ku, tidak mau rugi aku tidur lagi “....”. 

“Kringg Kringg Kringg” bangun pagi ku yang kedua, berat mata ini berat. “Kringg Kringg Kringg” kusadari perang dengan bunyi itu belum usai, cukup satu kali kekalahan. Namun, apa daya seorang yang baru tidur melawan bunyi yang sangat kuat itu. Kuputusakan untuk menyerah ke sekian kalinya. Pagi itu belum usai, setelah ku kibarkan bendera putih aku masih berdamai dengan kasur, selimut, guling, dan bantal. Mereka benar benar selalu bersama ku setiap pagi. Bantal ku terasa hangat di kepala sehingga nyaman untuk bersandar. Gulingku ukurannya pas cocok untuk dipeluk. Selimutku sangat berjasa melindungiku dari dinginnya udara pagi. Lalu kasurku cukup luas untuk ku berpetualang dialam mimpi. Namun, disamping kekalahan yang berturut turut itu ada suatu kewajiban yang harus dinuaikan. Memang bersama mereka sangat nyaman tapi ada yang lebih melegakan dari pada kenyamanan itu dan kita semua tau.

Dipagi yang sama, ini adalah babak ke 3 dari sebuah pagi. Godaan untuk bersama mereka sangat kuat, “tidak, jangan sampai kalah lagi” pesan ku untuk diriku sendiri. Namun, lagi dan lagi kenyamanan itu mematikan. Serangan itu datang tiba tiba, belum sempat aku merespon serangan itu tapi sudah menancap dan tak sadarkan diri. Setelah ku sadar, sama seperti sebelumnya mereka masih setia disisiku. Kekalahan ke tiga ini meninggalkan rasa penyesalan yang besar bagi ku. Rasanya seperti aku tak berdaya dihadapan hal hal itu. Setelah kekalahan ketiga ini kucoba untuk bangkit, tapi selimut ini terlalu kuat mengikat bahkan badan ku dibuat lemas olehnya. Dengan sekuat tenagaaku lepas ikatan selimut ini, butuh banyak perlawanan untuk melepas selimut ini. Akhirnya setelah perjuangan dengan sekuat tenaga selimut ini terlepas. Namun, ini belum berakhir gravitasi kasur semakin menguat seiring berjalannya waktu. Hal ini bukan lah kabar baik bagi ku, ntah bagaimana aku harus bangkit dari kekalahan sebelum sebelumnya. Lalu sebuah penggilan menghilangkan semua efek tersebut, panggilan ini meninggalkan rasa sebal namun juga sebuah penyelemat bagi ku untuk bangkit dari kekalahan sebelumnya. Mungkin ini lah yang aku butuhkan setiap pagi, sehingga aku dapat menang dari peperangan ini.


WANDERLUST



 Hi! Namaku Dian Nisa Arifah Rahma. Saat ini merupakan tahun 2021, itu artinya aku akan berumur 20 tahun.

Huft, sudah lebih dari satu tahun lamanya virus Covid-19 seakan menjadi penguasa baru bagi bumi. Segala rutinitas harian manusia yang bisanya tersusun rapi berubah seratus delapan puluh derajat menjadi penuh ketidakpastian. Sekolah, pekerjaan, maupun kegiatan sosial yang lain berfokus pada media daring karena berbagai macam alasan. Mungkin saat ini bumi sedang istirahat, atau lumpuh lebih tepatnya? Semua tempat yang biasanya penuh sesak oleh derap langkah alas kaki, kini menjadi sunyi. Tak ayal alampun menjadi lebih indah, hewan-hewan lebih leluasa dalam bertingkah. Seharusnya begitu bukan? Tetapi manusia memiliki cara baru dalam melakukan pengerusakan terhadap alam semesta. Di tengah masa pandemi, sampah dari masker bekas perlindungan diri manusia memenuhi lautan lepas. Bukankah ini lucu? Manusia dapat tetap mengacau meski tak beranjak dari rumahnya. Ah sudahlah, lagipula tak ada yang peduli. 

Pernah menonton film western Elysium, atau mungkin film kartun WALL-E? Kedua film tersebut menceritakan tentang perginya manusia dari bumi yang saat itu telah hancur, serta lebih memilih untuk hidup di luar angkasa. Keadaan di kedua film tersebut tidaklah mustahil apabila dilihat dari tingkah laku manusia saat ini. Sebenarnya tak hanya kedua film tersebut, masih sangat banyak film yang bertemakan hal serupa. Mengapa demikian? Karena sebenarnya tak sedikit orang yang menyadari kemungkinan hancurnya bumi di masa depan, jika manusia masih tidak mengubah sikapnya. Bagaimana tidak? Manusia lebih memilih untuk berlomba-lomba mengeluarkan uangnya dalam membangun kehidupan di luar angkasa daripada memperbaiki keadaan di bumi. Tak hanya itu, manusia juga mengeluarkan banyak dana untuk membuat teknologi penghasil oksigen daripada menanam pohon sungguhan. Seharusnya kita dapat menggunakan uang sebanyak itu untuk memperbaiki keadaan bumi ini bukan? Kenapa repot-repot mencari cara lain saat sebenarnya sudah menemukan jawabannya di depan mata?

Umm  yah, begitulah keseharian yang aku lalui selama masa pandemi Covid-19 ini. Semua aktivitas yang sebagian besar dilakukan di rumah terkadang membuatku jenuh dan juga muak hingga memikirkan hal-hal yang menurut sebagian orang “tidak perlu dipikirkan”. Toh aku juga tidak memiliki pengaruh yang besar di negara ini. Jika kau membaca tulisan ini dari awal, itu berarti kau telah membaca sedikit dari hal-hal “tak berguna” yang aku pikirkan selama menjalani masa pandemi ini. Terkurung di rumah menjadikan pikiranku menjadi sedikit lebih liar. Pandemi tak membatasi pikiran bukan? Raga yang terkurung tak akan memenjarakan pikiranmu. Setidaknya seperti itulah yang ku rasakan.

Pernahkah kau mendengar istilah wanderlust? Secara gampangnya wanderlust merupakan kebalikan dari istilah homesick. Homesick sendiri merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa menderita akibat terpisah dari lingkungan rumah, orang tua, atau hal-hal yang biasanya ada di sekitarnya. Sementara itu, wanderlust atau terkadang disebut sebagai travel bug ialah sutu dorongan yang kuat untuk terus melakukan perjalanan dengan mengeksplor tempat-tempat tertentu atau dapat dikatakan sebagai jalan-jalan. Umm, kurasa saat ini aku sedang mengalami wanderlust. Meskipun biasanya aku sangat enggan untuk beranjak dari rumah, tetapi sekarang ini kebalikannya. Berada di rumah dalam rentan waktu yang tak sebentar ini lama kelamaan membuatku kesal. Yahh, walaupun beberapa kali aku tetap beranjak dari rumah untuk melakukan suatu hal termasuk jalan-jalan, hal itu tidaklah cukup. Wanderlus akan kembali ku rasakan ketika aku telah kembali pulang ke rumah.

Hi! Namaku Dian Nisa Arifah Rahma. Saat ini merupakan tahun 2021, itu artinya aku akan berumur 20 tahun. Dan ku rasa aku mengalami wanderlust.


Rabu, Februari 17, 2021

Sweet Poppies




Di suatu pagi yang hangat oleh sinar mentari, ada suara dering whatsapp berbunyi. Ternyata datang dari Pies seorang lelaki cool yang berhati hangat. Pesan tersebut membuat Popp yang ceria bergegas membuka pesan tersebut dengan sangat gembira.


"Hai pupp" tulis Pies.


"Hai pies, lagi ngapain kamu?" balas Pupp secepat kilat.


"Bangun bobo hihi" sahut Pies


"Selamat pagi dunia wkw" Pupp menimpali dengan nada sindiran karena ini sudah pukul 10.00 pagi.


Percakapan mereka tak hanya berhenti di pagi hari, terus berlanjut sampai siang hari. Hal yang dibicarakan memang tidak terlalu penting. Namun, hal yang tak penting itulah yang membuat bumbu penyedap diantara poppies semakin gurih.


"Pies, ada gak ya manusia yang perutnya ga bulet buncet wkw" tanya Popp 


"Gatau, emang gimana si perut?" Pies membuat Popp berpikir


"Maju ke depan bulet, wkwk" jawab Popp dengan percaya diri


"Hhmm gatau masa segitiga" Pies menimpalinya dengan tidak mau ribet


"Abis maem onigiri segitiga masuk perut jadine bulet ga sgitiga wkw" Popp mencoba membuat kelucuan


"Onigiri ga dimakan bulet bulet" Pies mencoba ngelawak namun gagal membuat tawa


"Hais iyap deh" Popp menjawab pasrah


Popp menanggapinya dengan terheran, manusia seperti Pies bisa membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Lewat percakapan kecil ini membuatnya betah berlama-lama memantau layar ponselnya menunggu chat masuk dari Pies.


Sampai malam pun obrolan mereka masih terasa asik. Dikarenakan kondisi yang tak memungkinkan untuk bertemu membuatnya harus biaa mencuri waktu untuk saling sapa di platform Whtsapp ini.


Popp yang tidak terlalu suka menyapa dengan telepon dan juga Pies yang tidak nyaman dengan video call membuat mereka enjoy dengan chatting yang disediakan oleh whatsapp. Lagi pula, dengan begitu akan irit kuota hihi.


Keesokan harinya, Popp mendapat kabar gembira. Ia mendapat kesempatan untuk bisa menjadi artis seperti yang diimpikannnya selama ini. Golden tiket sudah berhasil ia raih, namun syarat yang selanjutnya mengharuskan ia untuk terbang ke kota Solo melakukan casting. Namun, ia dilanda kebimbangan. Hatinya ingin terbang ke Solo untuk melanjutkan masa depannya menjadi artis. Tapi keadaan tidak memungkinkan, salah satunya adalah virus corona yang membuat ia tidak bisa pergi jauh apalagi ke luar kota. Tanpa beepikir panjang ia pun menceritakan isi hatinya pada Pies lewat chatting seperti biasanya.


"Pies, ada kabar gembira. Aku dapet golden ticket buat casting di Solo hlo. Ga nyangka banget kan" Popp masi menggambarkan suasana hatinya yang senang


"Selamat Popp, uuu artisku" Pies mencoba ikut berbahagia atas pencapaian Popp


"Tapi, dengan keadaan begini aku ga bisa ke Solo. Orang tua pasti khawatir dan juga ini bukan ide yang tepat kalo aku harus ke sana. Aku juga masih harus melewati berbagai macam tahapan selanjutnya. Aku takut gagal" Popp langsung menceritakan kondisimya yang galau karena harapannya harus pupus di tengah jalan.


"Gapapa Popp nanti ada jalan lain" Pies berusaha menenangkan.


Pies memang juara untuk mengembalikan serpihan kekecewaan Popp dengan kata 'gapapa’. Gapapa yang terlontar dari Pies memiliki kekuatan ajaib seperti sihir yang membuatnya merasa lebih baik. Popp yang sudah terbiasa dengan kata 'gapapa' pun semakin siap ketika harus dihantam oleh kenyataan dunia yang terkadang mengagetkan.


Kata ajaib 'gapapa' juga pernah dilontarkan Pies saat Popp sedang menghadapi manusia menjengkelkan. Hal itu membuat Popp menurun tingkat amarahnya dan lebih tenang.


"Pies, kenapa si dia ngeselin banget. Masa aku punya semangka 5 dia minta 4. Gatau diri bangett kan. Minta ya 1 boleh laa. Kalo 4 itu kek maruk bangef gak si. Aku yang doyan banget semangka ini malah cuma bisa makan satu. Apa ga nyebelin banget si itu orang rebut punyaku yang harusnya jadi milik aku" gerutu Popp kepada Pies


"Udahla, cuma semangka ga usah dipikirin banget. Nanti beli lagi" usaha Pies menenangkan


"Gak yaa, yang harusnya beli itu dia. Kenapa coba harus minta aku. Iyuh banget kan" Popp masih geram



"Kenapa kamu mau ngasih ke dia?" sanggah Pies


"Ya dia kasian soalnya. Mukanya memelas gitu. Kaya belum makan dan kehausan. Makanya pas dia minta aku kasih. Ehh malah keterusan minta terus" Popp semangat menjelaskan.


"Gapapa, kamu baik sama dia. Masalah swmangka nanti beli lagi. Yang usah kamu kasih ya udah gapapa. Gausah ketrigger sama dia, emang dia biasa ngeselin" Pies mencoba menenangkan. 


Kalimat itu membuat Popo tenang. Ia sadar bahwa niat dia sudah baik membantu orang lain. Popp pun harus menentukan batasannya agar diri dia tidak terombang ambing oleh orang lain. Selain itu ia juga harus lebih mengenal dirinya agar tetap jadi diri siapa sendiri tanpa harus merasa ketrigger dengan pencapaian atau kebanggaan yang dimiliki similiki orang lain.


Hari-hari bersama Pies menyenangkan. Popp sangat bahagia. Ia berharap momen sweet bersama Pies akan terus ada sampai dia tua nanti. Sweet Poppies akan selalu ada wkwkw..


By : Asri Muntahannah


"Bersambung..



Selasa, Februari 16, 2021

Kegiatan Baru Dimulai


    Melakukan multitasking tidaklah mudah, apalagi dilakukan terus menerus setiap hari. Kuliah dan berdagang. Sebelumnya aku pernah berdagang dalam lingkup kecil ketika di pondok dulu, hanya sebatas penghuni pondok sebagai target market. Belum pernah berdagang yang berhadapan dengan masyarakat luas. Kemarin dipertengahan menuju akhir tahun 2020, kedua orangtuaku membuka usaha di depan rumah. Karena aku ingin belajar berdagang, maka kami tidak merekrut pegawai. Aku mengajukan diri untuk berdagang di warung. Dikarenakan pandemi yang mengharuskan kuliah daring, jadi aku mempunyai waktu dan kesempatan untuk berdagang langsung di warung. Melakukan pekerjaan baru yang sebelumnya belum pernah kulakukan menjadi tantangan baru dalam hidupku. Memasak makanan yang belum pernah kumasak sebelumnya, berhadapan dengan pelanggan langsung yang belum pernah kulakukan sebelumnya, mengelola keuangan, mengatur waktu antara kuliah dengan berdagang, membuat adonan dan masih banyak hal lainnya. Mungkin bagi orang seumuranku lebih banyak menghabiskan waktu dengan melakukan belajar, nongkrong, jalan-jalan, melakukan kegiatan di rumah lainnya. Aku bisa melakukan hal itu, tetapi aku mencoba tantangan baru yang mengharuskan meninggalkan kegiatan biasanya aku lakukan dan orang lain seusiaku yang biasanya dilakukan. Berdagang ternyata tidak mudah. Tidak hanya sebatas cuan, cuan, dan cuan. Berdagang bukan hanya sebatas mendapatkan profit. Berdagang bukan hanya sebatas mendapatkan keuntungan. Lebih dari itu, berdagang membentuk dan menguji ketangguhan mental seseorang. Ayahku pernah berkata “yang namanya mental pedagang setiap hari dia jualan, gatau laku apa ngga”. Rejeki itu misteri. Kita bisa memprediksi jika dagangan kita laku maka akan memperoleh hasil sekian, tapi kenyataanya terkadang dagangan kita habis dan masih banyak peminat dan terkadang hanya sedikit sekali yang terjual. Disini lah ketangguhan mental pedagang diuji. Jika hanya berambisi dengan profit, maka jikalau dagangannya sepi dia akan mudah gulung tikar. Berdagang membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan masih banyak yang lainnya. Apalagi aku yang berdagang sambil kuliah. Menjaga warung sambil mendengarkan kuliah. Melayani pelanggan sambil kuliah. Memang capek dan berat melakukan multitasking seperti ini. Dari apa yang kulakukan ini aku bisa merasakan langsung bahwa mencari rejeki itu susah. Membangun sebuah usaha itu tidak mudah. Mungkin kita hanya melihat kesuksesan sebuah usaha tanpa melihat perjuangan seseorang dalam membangun usaha tersebut. Meskipun usaha yang ku jalani waralaba, bukan merintis dari nol, tetapi membangun sebuah brand awareness di kotaku perlu dilakukan. Menjaga stabilitas usaha yang sudah dikenal masyarakat. Di musim penghujan seperti ini kedatangan pelanggan menjadi penyemagat bagiku. Tidak berani mengatakan hujan sebagai faktor penghalang datangnya pelanggan, karena hujan rahmat dari Allah. Selalu berfikir bahwa rejeki seseorang tidak mungkin tertukar dengan lainnya, dan sudah dicatat oleh Allah. Kita hanya mampu berikhtiar dan berdoa mengupayakan agar rejeki itu sampai kepada kita. Walaupun nantinya aku akan mencari pegawai untuk warungku karena pasti ada saatnya kulian luring, dengan apa yang kujalani sekarang menjadi pengalaman baru bagi diriku. Mengerti bahwa mencari rejeki itu tidak mudah. Berdagang tidak hanya melulu tentang cuan. Rejeki itu misteri. Sepi atau ramai sudah lazim. Untung alhamdulillah. Rugi alhamdulillah. Aku tidak mengetahui apakah yang kulakukan sekarang ini berguna di masa depan? Aku meyakini bahwa apa yang kulakukan sekarang adalah hasil pilihan dan apa yang kulakukan di masa lalu. Dan aku meyakini bahwa aku di masa depan adalah hasil apa yang kulakukan dan apa yang ku pilih sekarang. 

by: Aghni Asshidiq

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...