Senin, Mei 15, 2023

Optimalisasi Peran Perempuan dalam Pembangungan Bangsa

oleh: Riandini Pawaswari Sapitri

Peran manusia dalam aspek kehidupan memiliki tempat dan tugasnya masing-masing, Namun secara realitas permasalahan terkait peran yang diperdebatkan menjadi penghambat individu untuk menjalankan peran dengan baik. Manusia sering kali merebutkan eksistensi peran antara perempuan dan laki-laki yang berbuah menjadi seterotipe, dan pemikiran itu tidak di filterisasi oleh masyarakat sehingga menjadi hidangan yang di makan mentah-mentah. Peran perempuan secara fakta sering kali di kesampingkan atau bahkan di sudutkan atas peran sosial. Menurut (Rahman , Nahdliyyatul Azimah, & Lyna, 2021) dalam kitab Fatawa Al-Mu`ashirah jilid tiga mengungkapkan bahwasanya sejak awal sejarah Isla bermula sejak itu pula kontribusi perempuan yaitu Hawa dan pada sejak itu pula kontribsi perempuan menonjol dala ranah keluarga, dakwah Islam bermula, pendidikan, sastra, politik, keilmuan, ekonomi, sosial dan budaya serta peranan perempuan muslimah dalam berbagai sektor kehidupan. Namun, nihilnya perempuan selalu tersudutkan contoh sederhana terkait peran mendidik anak. Hal itu selalu saja di limpahkan pada perempuan, jika kita bekilas balik pada sejarah nabi adam dan Hawa mereka menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Bergeser pada kondisi perempuan dalam bingkai ketatanegaraan, melihat sistem Negara adalah demoktrasi perwakilan sudah sepatutnya perempuan dilibatkan dan melibatkan dalam pergerakan negara (Nasution, 2019). Dalam lembaran sejarah gerakan perempuan di Indonesia begitu kencang baik itu memperjuangkan hak-hak sosial ataupun politik.

            Mutakhir ini diskursus tentang paradigm peran perempuantidak ada habisnya, baik perempuan sebagai actor pekerjaan domestik atau peranya di ruang public tidak kunjung usai. Beradugagasan untuk memenangkan supaya perempuan bisa di pandang sama oleh semua manusia, namun hal tersebut lama-lama seperti lingkaran setan yang tidak ada akhrinya, saling menyalahkan beradu gagasan hingga hal ini sudah terjadi semenjak abada 19 sampai paling terkini masih bersifat fluktuatif dimana dinamika arus masih naik turun. Perempuan sampai saat sekarang pun menjadi perbincangan yang masih menarik untuk dibahas. Namun sayangnya, semakin kesini kefokusan itu hanya berhenti pada adu gagasan sedangkan secara realitas kualitas perempuan menjadi pengaruh terhadap kehidupan. Salah satu tokoh perempuan inspiratif adalah Kartini, dimana beliau menggagas 5 konsep pendidikan perempuan (Pradita, 2020)  pertama, perempuan merupakan tempat pendidikan pertama, kedua perempuan pembawa peradaban. Dalam salah satu suratnya beliau menulis: “Dari semenjak dahulu kemajuan perempuan itu menjadii pasal yang paling penting dalam usaha memajukan bangsa. Kecerdasan pikiran penduduk bumi putra tiada akan maju denganp pesatnya,  apabila perempuan itu tertinggal zaman maka dalam usaha itu perempuan jadi pembawa peradaban. Ketiga, pendidikan itu mendidik budi dan jika artinya, pendidikan tidak hanya bertugas memberikan pencerahan bagi kaum intelektualitas menjadi satu kesatuan lengkap dengan emosionalitas. Keempat, pendidikan kesetaraan antara laki-laki dengan perempuanuntuk kemajuan bangsa. Dalam membangunkesatuan kehidupan berbangsa, maka hal paling fundamental adalah menata peradaban dengan pendidikan. Suatu peradaban akan terwujud apabila terjadi kesetaraan antra laki-laki dan perempuan. Terakhir pendidikan untuk cinta tanah air. Menelisik konsepan pendidikan dari tokoh yang memperjuangkan perempuan menekankan pada peran penting perempuan, berkaca tentang pendidikan yang memandang aspek kognitif dan afektif menjadikan bahwasanya pendidikan bukan tentang pengetahuan dan perasaan. Perempuan juga menjadi tempat pendidikan pertama dimana menjadi poros yang akan di lengkapi oleh laki-laki, tidak sedikit pandangan masyarakat yang menafsirkan bahwasnya mendidik anak adalah hanya tugasnya perempuan tidak dengan laki-laki itu yang keliru. Sebuah negara akan maju jika orang-orang yang menjadi penghuninya maju, baik dari segi pemikiran, pendidikan, ekonomi bahkan kesejahteraan. Setelah  menganalisis pada akhirnya bukan pada siapa pemenangnya tapi kualitas perempuan itu sendiri, semakin perempuan berkualitas dari segi intelektualitas dan juga problem solving laki-laki pun akan memiliki keseganan natural dan hal itu akan terbentuk dari akarnya yaitu pola asuh serta peendidikan yang di terapkan oleh peran ibu itu sendiri.

Perempuan cerdas tidak mungkin mendidik dan mengurus tanpa melibatkankan ayahnya, artinya mereka akan paham apa yang di butuhkan oleh anak-anaknya. Kasus terkini yang terjadi adalah tingkat fatherless di Indonesia sangat tinggi, dari kasus itu apakah kaum perempuanmasih tetap disalahkan? Jika perempuan itu yang menghambat itu bisa disalahkan namun yang terjadi adalah pembagian peran yang kurang tepat, dimana perempuan bertugas di rumah mendidik anak dan laki-laki mencari nafkah tanpa melibatkan dirinya untuk ikut mendidik anak. Namun bukan sudah saatnya untuk saling menyalahkan dengan adanya kasus ini menyebabkan anak itu menjadi tidak percaya diri, sulit mengambil keputusan sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus bangsa. Perempuan dan laki-laki di ciptakan untuk saling melengkapi dan menutupi kekurang dan kelebihan bukan untuk bersaing mana yang paling unggul dan layak, saat ini waktunya untuk mengoptimalkan peran perempuan bukan melalui adu gagasan tapi kristalisasi terhadapa pemahaman cara mendidik anak dengan baik sehingga tumbuhh menjadi pribadi yang sehat secara fisik dan psikis. Pola asuh merupakan hal yang sangat urgent dala kehidupan karena akan menjadi prediktor akan tumbuh seperti apa anak itu. Ada satu hal lagi yang perlu kita perhatikan selain optimalisasi dari personal perempuan sendiri disamping itu perlu adanya pembagian tugas yang baik, apa saja peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga sehingga tidak ada pihak  yang merasa dirugikan. Pembagian ini bisa dilakukan sebelum ataupun setelah kita mengambil keputusan. Upaya tersebut bisa menjadi akar untuk optimalisasi peran perempuan dalam membangun bangsa tidak menjadi lagi perempuan yang tertinggal dengan gaya klasik tapi pemikiran  yang cemerlang sehingga menjadi perempuan berkemajuan.


Referensi:

Nasution, L. (2019). Potret Perempuan dalam Bingkai Ketatanegaraan. Buletin hukum dan keadilan, Vol.3 No. 3.

Pradita, S. M. (2020). Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia Abad 19-20: Tinjauan Historis Peran Perempuan dalam Pendidikan Bangsa. Chonologia, Vol. 2 no. 1 Hal. 65-78.

Rahman , H., Nahdliyyatul Azimah, & Lyna, N. (2021). Sinergitas Perempuan Dalam Bidang Sosial (Studi Paradigmatis Yusuf Qardhawi dala Fatawa Al-Muashirah). Jurnal Perempuan, Agama dan Gender, 20(2), 148-159.

  Reconnect with Qur’an: Menyingkap Rahasia dibalik Angka 19 dalam Al-Quran   Al-Quran adalah mukjizat sekaligus kitab suci terakhir y...