Mengheningkan Cipta “September Hitam” Mulai
Mengheningkan Cipta “September Hitam” Mulai
Penulis : IMMawan Firdaus Nurillahi Rauufan Rizkia
(Ketua Bidang Hikmah PK IMM Al-Ghozali Periode 19/20)
Beberapa peristiwa di bulan september ini
membuat rentetan sejarah kelam di tanah air ini. Mulai dari rentetan kasus Hak
Asasi Manusia yang tak kunjung usai dimulai tragedi pembantaian 1965-1966,
Tanjung priuk 1984, tragedi Semanggi 1999, Pembunuhan Munir 2004, serta tindakan
represif kepada masa aksi #reformasidikorupsi yang mengakibatkan salah satu kader
IMM meinggal yaitu IMMawan Randi. Beberapa kasus pelanggaran HAM banyak sekali
yang belum mendapatkan sebuah arti sebuah makna keadilan bagi rakyat indonesia
yang terdapat di pancasila, belum dirasakan sendiri bagi keluarga korban yang
kehilangan salah satu anggota keluarganya khususnya korban sendiri yang
meninggal maupun jasadnya entah hilang kemana.
Pertama, tragedi pembataian '65 - '66 negara belum juga mampu memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan keadilan terhadap para korban. Kedua, tragedi Tanjung Priok '84 negara tidak memiliki aeah kebijakan yang berpihak kepada koran untuk memberikan rasa keadilan dalam bentuk kompensasi, restitusi, dan rehabilitas. Ketiga, Tragedi Semanggi II '99, Kejaksaan Agung hingga kini masih belum melanjutkan proses hukum atas hasil penyelidikan Komnas HAM berat.Alih-alih mengalami kejelasan perkembangan kasus, Februari lalu Jaksan Agung justru sempat mengemukakan bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Keempat, kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, tidak juga menyentuh aktor utama peristiwa ini. Justru negara menunjukan hal yang kontradiktif dengan tidak menyampaikan kepada publik hasil temuan Tim Pencari Fakta. Kelima, brutalitas aparat kepolisian dalam aksi reformasi dikorupsi 2019 yang menjadi catatan kelam penanganan aksi pasca reformasi. Atas keberhentiaan pada proses hukum, ketiadaan mekanisme yang adil, transparan, dan akuntabel serta keberpihakan kepada korban dan keluarga korban atas rangkaian peristiwa yang terjadi pada bulan september menggambarkan negara berdosa. Ditambah lagi dan lagi tulinya sang penguasa
yang duduk di kursi empuk dan ruangan dingin ber-AC menikmati hasil bayaran
iuran pajak uang rakyat. Yang dimana masa pandemi sedang menghampiri namun
masih mengerjakan RUU Omnibus Law atau Cipta kerja dengan sistem kebut yang
dikejar deadline layaknya laporan masa perkuliahan tanpa menimbang dan
mendengarkan suara penolakan dari beberapa elemen masyarakat. Padahal ketika
bulan juli terjadi aksi dengan skala nasional dan ketika diadakannya dialog
antara perwakilan badan legislatif DPR RI dengan masa aksi di Jakarta, mengatakan
tidak akan membahas RUU dan akan fokus kepada penanganan corona namun naas
seperti kata penyair di indonesia kalau gak janji gak akan menang, perwakilan rakyat mengibuli rakyat sendiri dengan cepatnya beberapa waktu silam sudah
mencapai 75% dan masa tenggang reses sampai 14 oktober 2020 selambat lambatnya.
Sangat miris ketika banyak nyawa yang sudah melayang berjuang untuk
menyelamatkan beberapa manusia dari bahaya nya covid-19 namun yang dipercaya
sebagai wakil rakyat malah mblenjani janji atau ingkar janji kalau kata didi kempot.
Sekarang
pertanyaan yang terlintas seharusnya dibenak kita para kader IMM sendiri,
Langkah apa yang akan dibangun oleh IMM selanjutnya ketika beberapa kali absen
dalam masa aksi? Apakah hanya mengandalkan kader IMM yang mengeksplor sendiri
dan mengakui sisi apabila kader itu mampu memberikan dampak kepada IMM itu
sendiri? Atau malah menebarkan fitnah dengan mengikuti organ lain di saat apa
yang dimiliki tidak di berikan kepada IMM karena terlanjur merasa dibuang oleh
ikatannya sendiri? Perlu di renungkan pada sampai tahapan mana serta tujuan
kita ikut untuk ber-IMM sebagai kader IMM sendiri, bila yang selalu digaungkan
adalah dakwah itu menyenangkan saya rasa perlu meminimalkan sebuah rasa
egosentris yang tertanam dalam diri kita masing masing dan perlunya dukungan
penuh atas kader yang mencari ilmu dimanapun berada yang akan membuat kembali
marwah IMM sendiri sebagai organ pergerakan. Dan perlu dirasa sebuah pemikiran
yang terbuka dan meminimalkan sebuah spekulasi dunia luar penuh dengan proyekan
agar mematahkan sebuah asumsi banyak orang “IMM
hanya mampu dikandang saja, ketika diluar hola holo atau melempem” dengan
berdiskusi dalam sebuah forum atau front dengan idealisme kita masing masing
yang akan diberikan kepada ikatan entah hari ini, esok, lusa atau kapanpun itu.
Referensi :
https://kontras.org/2020/09/01/september-hitam-2020-pelanggaran-ham-belum-tuntas-negara-berdosa/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=september-hitam-2020-pelanggaran-ham-belum-tuntas-negara-berdosa
https://kontras.org/2020/09/01/september-hitam-2020-pelanggaran-ham-belum-tuntas-negara-berdosa/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=september-hitam-2020-pelanggaran-ham-belum-tuntas-negara-berdosa
Komentar
Posting Komentar