MBATIK: PILKADA 2024
Pilkada adalah bentuk demokrasi langsung yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memilih pemimpin mereka di tingkat daerah. Sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat, Pilkada menjadi ajang penting dalam menentukan arah kebijakan suatu daerah. Proses ini, selain sebagai bentuk hak politik, juga menjadi sarana pendidikan politik bagi masyarakat.
Pilkada diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang telah ditetapkan sebagai landasan hukum
dalam pelaksanaannya. Berdasarkan regulasi ini, pemungutan suara Pilkada 2024
dijadwalkan secara serentak pada 27 November 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
sebagai penyelenggara Pilkada memegang peranan strategis dalam memastikan
seluruh proses berjalan sesuai dengan asas-asas demokrasi, seperti langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Menurut Gaffar (2004),
Pilkada ideal hanya dapat terwujud apabila seluruh pemangku kepentingan,
termasuk KPU, peserta Pilkada, dan masyarakat, berkomitmen menjalankan tugas
masing-masing dengan integritas. Sayangnya, dalam pelaksanaannya, demokrasi
sering kali menghadapi penyimpangan, salah satunya adalah politik uang (money
politics). Politik uang tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga
melahirkan pemimpin yang tidak kompeten karena terpilih berdasarkan kemampuan
finansial, bukan kualitas dan visi mereka.
Politik uang
didefinisikan sebagai tindakan memberi imbalan materi kepada pemilih dengan
tujuan memengaruhi suara mereka. Fenomena ini mengubah Pilkada dari arena adu
ide menjadi adu kekuatan finansial. Dalam banyak kasus, politik uang mereduksi
hak pilih rakyat menjadi alat transaksi.
Selain itu adapun
konsekuensi dari politik uang yaitu:
- Pemimpin Tidak Berkualitas:
Politik uang sering kali menghasilkan pemimpin yang tidak memiliki visi
yang jelas untuk memajukan daerah.
- Rusaknya Kepercayaan Publik:
Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi karena merasa
pilihan mereka telah dibeli.
- Ketimpangan Sosial:
Pemimpin yang terpilih melalui politik uang cenderung memperjuangkan
kepentingan kelompok tertentu yang mendukung mereka secara finansial.
Adapun larangan politik
uang atau sebuah sanksi terhadap hal tersbut, yang mana tertuang dalam Pasal
278 ayat (2), Pasal 280 ayat (1) huruf j, Pasal 284, Pasal 286 ayat (1), Pasal
515, dan Pasal 523 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Pelaku politik uang, baik
pemberi maupun penerima, dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 72 bulan dan
denda hingga Rp1 miliar.
Dalam Islam, pemimpin
ideal harus meneladani sifat Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam bahkan dalam
konteks kepemimpinan ini sesuai dengan QS Al Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ
ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ
وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.
Beberapa karakteristik
pemimpin ideal menurut nilai Islam meliputi:
- Aqidah Islamiah yang Mantap:
Memiliki iman yang kokoh dan berlandaskan ajaran Islam.
- Siddiq, Amanah, Tabligh, dan
Fathonah: Jujur, dapat dipercaya, komunikatif,
dan cerdas.
- Adil dan Tawadhu:
Bersikap adil dan rendah hati dalam menjalankan kepemimpinan.
- Bervisi Qur'ani:
Memiliki visi dan misi yang selaras dengan ajaran Al-Qur'an.
- Bebas dari Jahid dan Jamid:
Tidak reaksioner dan mampu berpikir dinamis.
- Good Managerial:
Mengelola pemerintahan dengan baik dan profesional.
Tentu nya dalam
menghadapi Pilkada masyarakat harslah memiliki sikap-sikap yang bijak,
seperti:
- Gunakan Hak Pilih dengan Bijak:
Memilih calon pemimpin berdasarkan visi dan program kerjanya, bukan berdasarkan
iming-iming materi.
- Tolak Politik Uang:
Berpartisipasi aktif dalam mengawasi dan melaporkan segala bentuk
kecurangan dalam Pilkada.
- Ciptakan Pilkada yang Bersih:
Bersama-sama menciptakan lingkungan demokrasi yang sehat dengan
mengedepankan keadilan dan transparansi.
Komentar
Posting Komentar